Selasa, 19 Oktober 2010

Sebungkus Biskuit

Suatu pagi yang cerah, di sebuah bandara Internasional yang super sibuk, tampak seorang wanita muda berada di antara barisan penumpang yang sedang menunggu antrian masuk ke bandara. Setelah wanita itu check in dan menyelesaikan berbagai administrasi penerbangan, ia langsung menuju ke ruang tunggu penumpang.

Sambil menunggu jadwal keberangkatan, ia menuju kantin bandara untuk membeli sebungkus biskuit dan sebuah majalah. Kemudian ia menuju ke ruang tunggu penumpang dan duduk di samping seorang pria yang sedang membaca koran.

Setelah duduk, ia melahap biskuit yang ada di sampingnya, di antara dia dan pria di sebelahnya. Namun, alangkah terkejut si wanita itu saat pria yang berada di sebelahnya juga ikut mengambil dan melahap kepingan biskuit tanpa izin darinya.

Dalam hati, ia hanya menduga bahwa ini hanya ulah pria iseng. Namun, kejadian ini terulang kembali. Setiap wanita itu mengambil biskuit, si pria ikut mengambil dan mencicipi biskuit tersebut. Wajah si pria tampak tenang, tanpa merasa bersalah. Sebaliknya, wanita muda itu kian jengkel dengan sikap pria tersebut. Dalam hati ia berkata, "Pria ini benar-benar tidak tahu malu."

Beberapa saat kemudian, hanya tersisa 1 keping biskuit di dalam bungkus. Dengan senyum mengembang, pria itu menawarkan biskuit terakhir kepada wanita itu. Dengan wajah jengkel, wanita itu menolak. Seketika kepingan biskuit terakhir itu pun masuk ke dalam mulut pria misterius itu.

Jadwal keberangkatan pun tiba. Wanita tersebut bergegas menuju ke pesawat. Saat berada di tempat duduk, ia membuka tasnya, mengambil handphone dan menonaktifkannya. Namun, alangkah terkejutnya ia saat melihat di dalam tasnya ada sebungkus biskuit yang masih utuh belum tersentuh. Pikirannya pun melayang mengingat kejadian barusan. Ternyata biskuit yang ia makan saat di bandara bukan miliknya, tetapi milik pria tersebut. Betapa malunya ia mengenang kejadian tersebut. Seketika ia merasa menjadi perempuan paling egois dan paling tolol di dunia.

***

Renungan:

Seringkali kita dengan mudah menjatuhkan penilaian negatif kepada orang lain atas apa yang dia lakukan, bahkan kadang hanya atas apa yang dia kenakan. Jika seseorang berpakaian lusuh, kita dengan mudah menilai dia sebagai orang tak berduit yang berbahaya dan berpotensi menodong orang di jalan untuk meminta uang.

Padahal penilaian kita sangatlah subjektif. Semata-mata hanya berdasarkan sudut pandang kita yang sempit. Lepaslah kacamata kuda yang kita kenakan dan mulailah melihat segala sesuatu dengan sudut pandang yang lebih luas. Jangan ragu meminta pendapat orang untuk mendapatkan sudut pandang yang berbeda.

Sumber : Buku 'Kisah Tentang Seekor Sapi Yang Jujur' oleh Necy Tanudibyo

Read More......

Tuhan Berbicara

Seorang manusia berbisik, "Tuhan, bicaralah padaku." Dan burung kutilang pun bernyanyi. Tapi, manusia itu tidak mendengarkannya.

Maka, manusia itu berteriak, "Tuhan, bicaralah padaku!" Dan guntur dan petir pun menggemuruh. Tapi, manusia tidak mendengarkannya.

Manusia itu melihat sekelilingnya dan berkata, "Tuhan, biarkan aku melihat Engkau." Dan bintang pun bersinat terang. Tapi, manusia itu tidak melihatnya.

Dan, manusia berteriak lagi, "Tuhan , tunjukkan aku keajaiban-Mu." Dan seorang bayi pun lahirlah. Tapi, manusia itu tidak menyadarinya.

Maka, ia berseru lagi dalam keputusasaannya, "Jamahlah aku, Tuhan!" Dan segera, Tuhan pun turun dalam bentuk kupu-kupu dan menjamahnya. Tapi, manusia itu malah mengusir kupu-kupu tersebut dan terus berjalan.

Betapa hal ini semua sebenarnya mengingatkan pada kita bahwa Tuhan selalu hadir di sekitar kita dalam bentuk sederhana dan kecil yang sering kita anggap lalu, bahkan dalam era digital ini.

Manusia itu berseru, "Tuhan, aku membutuhkan pertolonganmu!" Dan datanglah e-mail dengan berita-berita baik dan menguatkan. Namun, ia justru menghapusnya dan terus berkeluh-kesah...

***

Renungan:

Janganlah kita mencampakkan suatu anugerah, hanya karena anugerah itu tidak dikemas dalam bentuk yang diinginkan dan dimengerti oleh kita. Syukurilah segala yang kita terima dalam kehidupan, mulai dari hal-hal kecil yang kita nikmati sehari-hari. Dengan demikian, Anda akan merasakan bahagia, saat ini juga, di sini...


Sumber : Buku 'Kisah Tentang Seekor Sapi Yang Jujur' oleh Necy Tanudibyo

Read More......

Sabtu, 09 Oktober 2010

Love & Sex

Aku mencintai laki-laki di sebelahku ini dengan segenap hatiku. Aku takut kehilangan dia. Aku ingin memilikinya seutuhnya. Tapi apakah aku rela mengorbankan apa yang menjadi milikku yang paling berharga ini di hadapannya???

Bagaimana dengan masa depanku? Apakah ia akan bertanggung jawab? Apakah ia akan menjadi milikku selamanya setelah aku mengorbankan yang paling berharaga padanya? Kami belum diikat oleh tali suci itu. Kami hanya sepasang kasih yang saling mencintai dan ingin saling memiliki.. Itulah sejumlah yg keluar dari pikiranku.

Sudah 1 tahun hubungan ini kami jalani. Rasa cinta yang aku miliki untuknya semakin dalam setiap harinya. Rasa takut kehilangan selalu menghantuiku setiap harinya. Selama ini, segala permintaannya selalu aku kabulkan. Hingga, kemarin tepat tanggal 12 agustus, Steve meminta hal yang paling berharga dalam hidupku. Kalau aku betul-betul mencintainya, Aku harus tidur dengannya.Apa yang harus aku lakukan?

Ya Tuhan, ini adalah sebuah pilihan yang amat berat. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Steve segalanya bagiku. Ia selalu ada untukku. Ia selalu menyediakan bahu yang kuat untuk membiarkan aku menyandar. Ia menyediakan dada yang bidang untuk membiarkan aku terlelap di sana ketika aku lelah. Ia memberikan tubuhnya yang hangat untuk memelukku ketika aku merasa kedinginan.. Apa ini yang harus Aku erikan?

Seminggu telah berlalu, Steve terus-menerus menanyakan keputusanku. Kebingungan terus membelenggu diriku. Aku tak ingin kehilangan dirinya. Tapi aku takut memberikan hal yang paling berharga dalam diri ini padanya. Aku buntu. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan... Ingin aku berlari dari kondisi ini. Buku harianku penuh dengan pertanyaan-pertanyaan karena otakku sudah tak muat lagi menimbun pertanyaan ini. Aku tumpahkan itu semua ke buku harian. Aku biarkan tanganku merasa lelah menulis setiap malamnya... Aku biarkan mataku yang mulai mengantuk terjaga. Aku biarkan otakku yang lelah terus berpikir memikirkan jawaban... Hanya satu yang aku lupakan... Aku lupa meminta jawaban ini pada yang di atas. Aku lupa kalau ia akan memberikan aku jawaban yang terbaik dari yang terbaik.

Tepat pada tanggal 8 Agustus tahun 2010, bersama dengan mobilku berkeliling ibukota. Aku tak ingin ditemani oleh siapa-siapa. Tidak juga Steve. Aku ingin mencari jawabanku sendiri. Tiba-tiba sebuah siaran radio, menyiarkan tema LOVE and SEX. Aku hentikan mobil. Aku biarkan telinga ini terbuka lebar untuk mendengarkan. Penyiar bersuara serak itu berkata, "MENCINTAI SESEORANG BERARTI MENGHARAPKAN YANG TERBAIK BAGI ORANG ITU. CINTA DAN SEX ADALAH HAL YANG BERBEDA. SEX ADALAH KESENANGAN TUBUH YANG BISA DIDAPATKAN SEMUA ORANG. TETAPI CINTA ADALAH KEBUTUHAN BATIN YANG TIDAK BISA DIDAPATKAN BANYAK ORANG. KITA TIDAK HARUS MEMBERIKAN HAL YANG PALING BERHARGA ITU KEPADA ORANG LAIN SEBELUM SAATNYA TIBA. LAKUKANLAH ITU DENGAN DASAR CINTA DAN DENGAN SEBUAH IKATAN PERNIKAHAN YANG SUCI. MASA DEPAN HANYA ADA PADA TANGANMU. KAMULAH YANG MEMBUAT MASA DEPAN MU INDAH DAN KAMU LAH YANG MEMBUAT MASA DEPANMU HANCUR. DI USIA YANG MUDA, BANYAK HAL YANG BISA MEMBUAT KAMU SENANG SELAIN SEX."

Aku tertegun mendengar kalimat itu. Aku dapat melihat adanya cahaya depan mataku. Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Aku tahu jawabannya. Aku langsung menyalakan mobil dan menjalankan mobil itu dengan kecepatan tinggi menuju rumah Steve..

Steve... Aku memang mencintaimu dengan sepenuh hatiku...tapi kamu tidak mencintaiku. Kamu hanya mencintai tubuhku... Aku memang takut kehilangan kamu...tapi aku lebih takut lagi jika aku menghancurkan masa depanku sendiri. Bagiku, kamu memang yang terbaik. Tapi aku yakin, masih ada yang lebih baik lagi dari dirimu.

Aku tahu, aku akan meneteskan air mataku setiap malam...tapi aku yakin itu jauh lebih baik daripada aku meneteskan air mata karena masa depanku hancur dan kamu mengambil yang paling berharga dariku... Aku tahu cinta itu butuh pengorbanan...tapi aku tahu apa yang harus aku korbankan... Bukan keperawananku. Aku biarkan air mataku menetes malam harinya dan malam-malam berikutnya...

Aku biarkan mataku terlelap karena terlalu banyak air mata yang aku keluarkan. Aku biarkan rasa dingin menggerogoti tubuhku. Tapi tak aku biarkan orang merenggut milikku sekarang atas dasar kesenangan dan dengan alasan cinta...

Keputusan ada di tanganmu jadi pilihlah yg terbaik buat masa depanmu. Jangan karena hanya cinta semua jadi hancur.

Salam Forever Love!!!


Dikutip dari note teman di facebook.

Read More......

Jumat, 08 Oktober 2010

Kebesaran Jiwa Seorang Ibu

Sebuah kisah lama yang patut dibaca dan direnungkan berkali-kali betapa baiknya ibunda kita, bagaimana besarnya pengorbanan ibunda kita... Kejadian ini terjadi di sebuah kota kecil di Taiwan. Dan sempat dipublikasikan lewat media cetak dan elektronik.

Ada seorang pemuda bernama A be (bukan nama sebenarnya). Dia anak yg cerdas, rajin dan cukup cool. Setidaknya itu pendapat cewek2 yang kenal dia. Baru beberapa tahun lulus dari kuliah dan bekerja di sebuah perusahaan swasta, dia sudah dipromosikan ke posisi manager. Gajinya pun lumayan.Tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari kantor.

Tipe orangnya yang humoris dan gaya hidupnya yang sederhana membuat banyak teman2 kantor senang bergaul dengan dia, terutama dari kalangan cewek2 jomblo. Bahkan putri owner perusahaan tempat ia bekerja juga menaruh perhatian khusus pada A be.

Di rumahnya ada seorang wanita tua yang tampangnya seram sekali. Sebagian kepalanya botak dan kulit kepala terlihat seperti borok yang baru mengering. Rambutnya hanya tinggal sedikit di bagian kiri dan belakang. Tergerai seadanya sebatas pundak. Mukanya juga cacat seperti luka bakar. Wanita tua ini betul2 seperti monster yang menakutkan. Ia jarang keluar rumah bahkan jarang keluar dari kamarnya kalau tidak ada keperluan penting.

Wanita tua ini tidak lain adalah Ibu kandung A Be. Walau demikian, sang Ibu selalu setia melakukan pekerjaan routine layaknya ibu rumah tangga lain yang sehat. Membereskan rumah, pekerjaan dapur, cuci-mencuci (pakai mesin cuci) dan lain-lain. Juga selalu memberikan perhatian yang besar kepada anak satu2-nya A be. Namun A be adalah seorang pemuda normal layaknya anak muda lain. Kondisi Ibunya yang cacat menyeramkan itu membuatnya cukup sulit untuk mengakuinya.

Setiap kali ada teman atau kolega business yang bertanya siapa wanita cacat dirumahnya, A be selalu menjawab wanita itu adalah pembantu yang ikut Ibunya dulu sebelum meninggal. "Dia tidak punya saudara, jadi saya tampung, kasihan." jawab A be. Hal ini sempat terdengar dan diketahui oleh sang Ibu. Tentu saja ibunya sedih sekali. Tetapi ia tetap diam dan menelan ludah pahit dalam hidupnya. Ia semakin jarang keluar dari kamarnya, takut anaknya sulit untuk menjelaskan pertanyaan mengenai dirinya.

Hari demi hari kemurungan sang Ibu kian parah. Suatu hari ia jatuh sakit cukup parah. Tidak kuat bangun dari ranjang. A be mulai kerepotan mengurusi rumah, menyapu, mengepel, cuci pakaian, menyiapkan segala keperluan sehari-hari yang biasanya di kerjakan oleh Ibunya. Ditambah harus menyiapkan obat-obatan buat sang Ibu sebelum dan setelah pulang kerja (di Taiwan sulit sekali cari pembantu, kalaupun ada mahal sekali). Hal ini membuat A be jadi BT (bad temper) dan uring-uringan di rumah.

Pada saat ia mencari sesuatu dan mengacak-acak lemari ibunya, A be melihat sebuah box kecil. Di dalam box hanya ada sebuah foto dan potongan koran usang. Bukan berisi perhiasan seperti dugaan A be. Foto berukuran postcard itu tampak seorang wanita cantik. Potongan koran usang memberitakan tentang seorang wanita berjiwa pahlawan yang telah menyelamatkan anaknya dari musibah kebakaran. Dengan memeluk erat anaknya dalam dekapan, menutup dirinya dengan sprei kasur basah menerobos api yang sudah mengepung rumah.

Sang wanita menderita luka bakar cukup serius sedang anak dalam dekapannya tidak terluka sedikitpun. Walau sudah usang, A be cukup dewasa untuk mengetahui siapa wanita cantik di dalam foto dan siapa wanita pahlawan yang dimaksud dalam potongan koran itu. Dia adalah Ibu kandung A be. Wanita yang sekarang terbaring sakit tak berdaya.

Spontan air mata A be menetes keluar tanpa bisa dibendung. Dengan menggenggam foto dan koran usang tersebut, A be langsung bersujud disamping ranjang sang Ibu yang terbaring. Sambil menahan tangis ia meminta maaf dan memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini. Sang ibupun ikut menangis, terharu dengan ketulusan hati anaknya. "Yang sudah-sudah nak, Ibu sudah maafkan. Jangan di ungkit lagi". Setelah sembuh, A be bahkan berani membawa Ibunya belanja ke supermarket.

Walau menjadi pusat perhatian banyak orang, A be tetap cuek bebek. Kemudian peristiwa ini menarik perhatian kuli tinta (wartawan). Dan membawa kisah ini ke dalam media cetak dan elektronik.

Teman2 yang masih punya Ibu (Mama atau Mami) di rumah, biar bagaimanapun kondisinya, segera bersujud di hadapannya. Selagi masih ada waktu ya...

Read More......

Ma, Lihat Kueku

Hari ini ulang tahun pernikahan papa dan mama. Sejak sore mereka pergi dan akan makan malam di luar. Aku ingin membuat kue tart dari resep yang kudapat di sebuah majalah. Setelah dua belas tahun, inilah pertama kalinya aku belajar membuat kue.

Aku akan mencoba membuat kue terbaik untuk kupersembahkan kepada papa dan mama di hari istimewa ini. Aku sudah membeli semua bahan yang diperlukan dan begitu mobil yang dikendarai apa dan mama keluar dari pagar rumah, aku segera berlari ke dapur untuk membuat kue.

Aku sangat sibuk dengan kueku sehingga tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Hari sudah malam dan mungkin sebentar lagi papa dan mama akan pulang. Aku mengangkat kueku dari oven. Aku mencicipinya dan lapisan luarnya terasa agak pahit karena gosong.

Aku menarik nafas sambil memandang dapur yang berantakan. Blender dan mixer yang kotor, ada tepung yang bertaburan di lantai dan meja, ditambah lagi dengan mangkok-mangkok kotor yang belum sempat kubereskan, dan sebagainya.

Mana yang lebih dahulu harus kukerjakan, apakah menyelesaikan lapisan coklat di kueku atau membereskan dapur yang berantakan. Akhirnya aku memutuskan untuk menyelesaikan kueku. Ketika kueku selesai, aku mendengar suara mobil memasuki halaman rumah.

Aku segera mematikan lampu dan berharap ketika papa dan mama masuk ke dapur akan senang dengan kejutanku. Benar saja, papa dan mama berjalan berdampingan menuju dapur dan ketika mereka sampai di pintu, aku menyalakan lampu sambil berteriak, “SURPRISE …!”

Mereka tersenyum dan aku memeluk mereka sambil mengucapkan selamat atas pernikahan indah mereka. Namun beberapa saat kemudian raut wajah mama berubah dan mama menjadi marah. “Coba lihat, apa yang sudah kau perbuat di dapur ini sehingga sangat berantakan. Sudah berapa kali mama katakan kepadamu untuk segera merapihkan sendiri segala sesuatu yang sudah kau buat menjadi kacau”

“Tetapi Ma …”

Belum sempat aku menjelaskan semuanya, mama sudah berpaling berjalan menuju kamarnya sambil berkata, “Seharusnya mama mengawasimu merapikan semua ini sekarang juga, tetapi sekarang mama sedang kesal. Besok pagi mama mau semuanya sudah rapih.”

“Sayang, coba lihat ke meja itu,” kata papa mencoba meredakan amarah mama.

“Aku tahu bahwa meja itu juga sangat berantakan dan aku juga tidak akan tahan melihatnya,” kata mama sambil berjalan.

Aku dan papa hanya terdiam. Aku menangis dan memeluk papa sambil berkata, “Pa, bahkan mama tidak melirik sedikit pun ke kue itu.”

Papa membelai rambutku sambil berkata, “Sayang, banyak orang tua menderita penyakit situational timberculer glaucoba - ketidakmampuan melihat gambaran secara menyeluruh karena terpengaruh oleh hal-hal kecil, dan itu yang terjadi kepada mama. Besok setelah mama tahu kau membuat kue untuknya, hatinya pasti akan terharu.”

Kita seringkali gagal melihat motivasi baik yang terbungkus oleh suatu keadaan yang buruk. Situational timberculer glaucoba membutakan kita sehingga kita tidak bisa melihat bentuk cinta kasih atau penghargaan yang dipersiapkan oleh orang-orang yang kita kasihi. Ada seorang ibu yang mencubit anaknya hingga memar karena anaknya memecahkan dua buah piring yang akan dicucinya. Manakah yang lebih berharga, terbentuknya kerajinan anak atau harga dua buah piring yang pecah itu ?

Jangan lukai perasaan orang yang kita kasihi karena hal-hal yang kecil, telusuri motivasi awal mereka ketika melakukan suatu hal kemudian bimbing mereka untuk melakukannya dengan cara yang lebih baik.

Read More......

Kalung Mutiara

Jenny, gadis cantik, kecil berusia 5 tahun, bermata indah. Suatu hari, ketika ia dan ibunya sedang berbelanja bulanan, Jenny melihat sebuah kalung mutiara tiruan. Indah, meskipun harganya cuma 2,5 dolar. Ia sangat ingin memiliki kalung tersebut, dan mulai merengek kepada ibunya.

Akhirnya sang Ibu setuju, katanya : "Baiklah, anakku. Tetapi ingatlah bahwa meskipun kalung itu sangat mahal, ibu akan membelikannya untukmu. Nanti, sesampai di rumah, kita buat daftar pekerjaan yang harus kamu lakukan sebagai gantinya. Dan, biasanya kan Nenek selalu memberimu uang pada hari ulang tahunmu. Itu juga harus kamu berikan kepada Ibu."

"Okay," kata Jenny setuju. Merekapun lalu membeli kalung tersebut.

Setiap hari, Jenny dengan rajin mengerjakan pekerjaan yang ditulis dalam daftar oleh ibunya. Uang yang diberikan oleh Neneknya pada hari ulang tahunnya juga diberikannya kepada Ibunya.

Tidak berapa lama, perjanjiannya dengan Ibunya pun selesai. Ia mulai memakai kalung barunya dengan rasa sangat bangga. Ia pakai kalung itu kemanapun ia pergi. Ke sekolah Taman Kanak-kanaknya, ke gereja, ke supermarket, bermain dan tidur, kecuali mandi. "Nanti lehermu jadi hijau," kata ibunya.

Jenny juga memiliki seorang Ayah yang sangat menyayanginya. Setiap menjelang tidur, sang Ayah akan membacakan sebuah buku cerita untuknya. Suatu hari, seusai membacakan cerita, sang Ayah bertanya kepada Jenny : "Jenny, apakah kamu sayang Ayah ?"

"Pasti, Yah. Ayah tahu betapa aku menyayangi ayah."

"Kalau kau memang mencintai Ayah, berikanlah kalung mutiaramu pada Ayah."

"Ya, Ayah, jangan kalung ini. Ayah boleh ambil mainanku yang lain. Ayah boleh ambil Rosie, bonekaku yang terbagus. Ayah juga boleh ambil pakaian-pakaianku yang terbaru. Tapi, jangan Ayah ambil kalungku."

"Ya, anakku, tidak apa-apa. Tidurlah." Ayah Jenny lalu mencium keningnya dan pergi, sambil berkata : "Selamat malam, anakku. Semoga mimpi indah."

Seminggu kemudian, setelah membacakan cerita, Ayahnya bertanya lagi : "Jenny, apakah kamu sayang Ayah ?"

"Pasti, Yah. Ayah kan tahu aku sangat mencintaimu. "

"Kalau begitu, boleh ayah minta kalungmu ?"

"Ya, jangan kalungku, dong. Ayah ambil Ribbons, kuda-kudaanku. Ayah masih ingat, kan ? Itu mainan favoritku. Rambutnya panjang, lembut. Ayah bisa memainkan rambutnya, mengepangnya dan sebagainya. Ambillah, Yah. Asal Ayah jangan minta kalungku. Ya?"

"Sudahlah, Nak. Lupakanlah, " kata sang Ayah.

Beberapa hari setelah itu, Jenny terus berpikir, kenapa ayahnya selalu meminta kalungnya, dan kenapa ayahnya selalu menanyai apakah ia sayang padanya atau tidak.

Beberapa hari kemudian, ketika Ayah Jenny membacakan cerita, Jenny duduk dengan resah. Ketika ayahnya selesai membacakan cerita, dengan bibir bergetar ia mengulurkan tangannya yang mungil kepada ayahnya, sambil berkata : "Ayah, terimalah ini". Ia lepaskan kalung kesayangannya dari genggamannya dan ia melihat dengan penuh kesedihan, kalung tersebut berpindah ke tangan sang Ayah. Dengan satu tangan menggenggam kalung mutiara palsu kesayangan anaknya, tangan yang lainnya mengambil sebuah kotak beludru biru kecil dari kantong bajunya. Di dalam kotak beludru itu terletak seuntai kalung mutiara yang asli, sangat indah dan sangat mahal. Ia telah menyimpannya begitu lama, untuk anak dikasihinya. Ia menunggu dan menunggu agar anaknya mau melepaskan kalung mutiara plastiknya yang murah, sehingga ia dapat memberikan kepadanya kalung mutiara yang asli.

Begitu pula dengan Bapa di Surga. Seringkali Ia menunggu lama sekali agar kita mau menyerahkan segala milik kita yang palsu dan menukarnya dengan sesuatu yang sangat berharga. Betapa baiknya Allah kita ! 

Read More......

Semangkuk Bakmi Panas

Pada malam itu Ana bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Ana segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang. Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tidak mempunyai uang.

Pemilik kedai melihat Ana berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata, "Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?"
"Ya, tetapi, aku tidak membawa uang." jawab Ana dengan malu-malu
"Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu. " jawab si pemilik kedai,
"Silahkan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu".
Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi.
Ana segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang.
"Ada apa, nona?" tanya si pemilik kedai.
"Tidak apa-apa. Aku hanya terharu.” jawab Ana sambil mengeringkan air matanya.
"Bahkan seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi!, tetapi, ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah. Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri." katanya kepada pemilik kedai.

Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Ana, menarik nafas panjang dan berkata "Nona mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya."

Ana terhenyak mendengar hal tersebut. "Mengapa aku tidak berpikir tentang hal tersebut? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal, aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yang memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.”

Ana segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yang harus diucapkan kepada ibunya. Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengan Ana,
kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah: "Ana, kau sudah pulang, cepat masuklah, aku telah menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum kau tidur, makanan akan menjadi dingin jika kau tidak memakannya sekarang".

Pada saat itu Ana tidak dapat menahan tangisnya dan ia menangis di hadapan ibunya.

Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kepada orang yang sangat dekat dengan kita (keluarga), khususnya orang tua kita, kita harus ingat bahwa kita berterima kasih kepada mereka seumur hidup kita.

Read More......

Kado Kotak Kosong

Menjelang hari raya, seorang ayah membeli beberapa gulung kertas kado. Putrinya yang masih kecil, masih balita, meminta satu gulung. “Untuk apa?” tanya sang ayah. “Untuk kado, mau kasih hadiah.” jawab si kecil. “Jangan dibuang-buang ya.” pesan si ayah, sambil memberikan satu gulungan kecil.

Persis pada hari raya, pagi-pagi si kecil sudah bangun dan membangunkan ayahnya, “Pa, Pa ada hadiah untuk Papa.” Sang ayah yang masih malas-malasan, matanya pun belum melek, menjawab, “Sudahlah nanti saja.” Tetapi si kecil pantang menyerah, “Pa, Pa, bangun Pa, sudah siang.”

“Ah, kamu gimana sih, pagi-pagi sudah bangunin Papa.” Ia mengenali kertas kado yang pernah ia berikan kepada anaknya. “Hadiah apa nih?” “Hadiah hari raya untuk Papa. Buka dong Pa, buka sekarang.”

Dan sang ayah pun membuka bingkisan itu. Ternyata di dalamnya hanya sebuah kotak kosong.Tidak berisi apa pun juga. “Ah, kamu bisa saja. Bingkisannya koq kosong.Buang-buang kertas kado Papa. Kan mahal?” Si kecil menjawab,”Nggak Pa, nggak kosong. Tadi, Putri masukin begitu buaanyaak ciuman untuk Papa. Sang ayah terharu, ia mengangkat anaknya. Dipeluknya, diciumnya.

“Putri, Papa belum pernah menerima hadiah seindah ini. Papa akan selalu menyimpan boks ini. Papa akan bawa ke kantor dan sekali-sekali kalau perlu ciuman Putri, Papa akan mengambil satu. Nanti kalau kosong diisi lagi ya !”

Kotak kosong yang sesaat sebelumnya dianggap tidak berisi, tidak memiliki nilai apa pun, tiba-tiba terisi, tiba-tiba memiliki nilai yang begitu tinggi. Apa yang terjadi ? Lalu, kendati kotak itu memiliki nilai yang sangat tinggi di mata sang ayah, di mata orang lain tetap juga tidak memiliki nilai apa pun. Orang lain akan tetap menganggapnya kotak kosong.

Kosong bagi seseorang bisa dianggap penuh oleh orang lain. Sebaliknya, penuh bagi seseorang bisa dianggap kosong oleh orang lain.Kosong dan penuh – dua-duanya merupakan produk dari “pikiran” Anda sendiri. Sebagaimana Anda memandangi hidup demikianlah kehidupan Anda.hidup menjadi berarti, bermakna, karena anda memberikan arti kepadanya, memberikan makna kepadanya. Bagi mereka yang tidak memberikan makna, tidak memberikan arti, hidup ini ibarat lembaran kertas yang kosong….Bagaimana pendapat Anda?.

Read More......

Selasa, 05 Oktober 2010

True Love

Seorang pria dan kekasihnya menikah. Acara pernikahannya sungguh megah. Semua kawan dan keluarga mereka hadir menyaksikan dan menikmati hari yang berbahagia tersebut. Suatu acara yang luar biasa mengesankan. Mempelai wanita begitu anggun dalam gaun putihnya dan pengantin pria dalam tuxedo hitam yang gagah. Setiap pasang mata yang memandang setuju mengatakan bahwa mereka sungguh-sungguh saling mencintai.

Beberapa bulan kemudian, sang istri berkata kepada suaminya. "Sayang, aku baru membaca sebuah artikel di majalah tentang bagaimana memperkuat tali pernikahan," katanya sambil menyodorkan majalah tersebut. "Masing-masing  kita akan mencatat hal-hal yang kurang kita sukai dari pasangan kita. Kemudian, kita akan membahas bagaimana mengubah hal-hal tersebut dan membuat hidup pernikahan kita bersama lebih bahagia."

Suaminya setuju dan mereka mulai memikirkan hal-hal dari pasangannya yang tidak mereka sukai dan berjanji tidak akan tersinggung ketika pasangannya mencatat hal-hal yang kurang baik. Sebab, hal tersebut untuk kebaikan mereka bersama. Malam itu, mereka sepakat untuk berpisah kamar dan mencatat apa yang terlintas dalam benak mereka masing-masing.

Keesokan paginya ketika sarapan, mereka siap mendiskusikannya. "Aku akan mulai duluan ya," kata sang istri. Ia lalu mengeluarkan daftarnya. Banyak sekali yang ditulisnya, sekitar tiga halaman. Ketika ia mulai membacakan satu per satu hal yang tidak disukai dari suaminya, ia memperhatikan bahwa air mata suaminya mulai mengalir.


"Maaf, apakah aku harus berhenti?" tanyanya. "Oh tidak, lanjutkan," jawab suaminya. Lalu sang istri melanjutkan membacakan semua yang terdaftar dan kembali melipat kertasnya dengan manis di atas meja dan berkata dengan bahagia, "Sekarang gantian ya, engkau yang membacakan daftarmu."

Dengan suara perlahan, suaminya berkata, "Aku tidak mencatat sesuatu pun di kertasku. Aku berpikir bahwa engkau sudah sempurna dan aku tidak ingin mengubahmu. Engkau adalah dirimu sendiri. Engkau cantik dan baik bagiku. Tidak satupun dari pribadimu yang kudapatkan kurang." Sang istri tersentak dan tersentuh oleh pernyataan dan ungkapan cinta serta isi hati suaminya. Bahwa suaminya menerimanya apa adanya. Ia menunduk dan menangis.

***

Dalam hidup ini, banyak kali kita merasa dikecewakan, depresi dan sakit hati. Sesungguhnya, tak perlu menghabiskan waktu memikirkan hal-hal tersebut. Hidup ini penuh dengan keindahan, kesukacitaan dan pengharapan. Mengapa harus menghabiskan waktu memikirkan sisi yang buruk, mengecewakan dan menyakitkan jika kita bisa menemukan banyak hal-hal yang indah di sekeliling kita? Saya percaya, kita akan menjadi orang yang berbahagia jika kita mampu melihat dan bersyukur untuk hal-hal yang baik dan mencoba melupakan yang buruk.

Sumber: Buku 'Kisah Lima Monyet & Bill Gates' oleh Abdul Azid Muttaqin

Read More......

Sabtu, 02 Oktober 2010

Menemukan Kasih Sayang

Pada suatu sore seorang ayah bersama anaknya yang baru saja menamatkan pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman rumah sambil menikmati suasana di sekitar mereka. Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting pohon. Si ayah lalu menunjuk ke arah gagak sambil bertanya, "Nak, apakah benda tersebut?"

"Burung gagak," jawab si anak. Si ayah mengangguk-angguk, namun beberapa saat kemudian mengulangi lagi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka anaknya kurang mendengar jawabannya tadi, lalu ia menjawab sedikit lebih keras, "Itu burung gagak, Ayah!"

Tetapi, sejenak kemudian si ayah bertanya lagi dengan pertanyaan yang sama. Si anak agak merasa jengkel dengan pertanyaan yang sama dan diulang-ulang itu. Kemudian ia menjawab lebih keras, "BURUNG GAGAK!"

Si ayah terdiam seketika. Namun, tidak lama kemudian sekali lagi mengajukan pertanyaan yang sama, sehingga membuatkan si anak kehilangan kesabaran dan menjawab dengan nada yang ogah-ogahan, "Gagak, Yah..."

Tetapi, kembali mengejutkan si anak, beberapa saat kemudian si ayah sekali lagi membuka mulut hanya untuk menanyakan pertanyaan yang sama. Kali ini si anak benar-benar kehilangan kesabaran dan menjadi marah.

"Ayah! Aku tidak mengerti, apakah ayah mengerti atau tidak. Sudah lima kali ayah menanyakan pertanyaan tersebut dan sayapun sudah memberikan jawabannya. Sebenarnya, apa yang harus kukatakan? Itu burung gagak. Burung gagak, Ayah..." kata si anak dengan nada yang begitu marah.

Si ayah kemudian bangkit menuju ke dalam rumah meninggalkan si anak yang bertambah terheran-heran. Sebentar kemudian si ayah keluar lagi dengan membawa sesuatu di tangannya. Dia mengulurkan benda itu kepada anaknya yang masih marah dan bertanya-tanya. Ternyata benda tersebut sebuah diari lama.

"Coba kau baca apa yang pernah ayah tulis di dalam diari itu," pinta si ayah.

Si anakpun membaca bagian berikut...

"Hari ini aku berada di halaman rumah ini bersama anakku yang genap berumur lima tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon. Anakku terus menunjuk ke arah gagak dan bertanya, "Ayah, apakah itu?" Kemudian aku menjawab, "Burung gagak." Walau bagaimanapun anakku terus bertanya dengan pertanyaan yang sama dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama. Anakku bertanya demikian sampai 25 kali. Demi rasa cinta dan sayang, aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya. Aku berharap bahwa hal tersebut menjadi suatu pendidikan yang berharga bagi kami."

Setelah selesai membaca bagian tersebut, si anak mengangkat muka memandang wajah si ayah yang kelihatan sayu. Si ayah dengan perlahan bersuara, "Hari ini ayah baru menanyakan kepadamu pertanyaan yang sama sebanyak lima kali dan kau telah kehilangan kesabaran."

***

Sumber : Buku 'Kisah Inspiratif Pembangkit Kesuksesan' oleh Revalino Pamungkas

Read More......

Jumat, 01 Oktober 2010

Air Mata Mutiara

Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengeluh pada ibunya sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek. "Anakku," kata sang ibu sambil bercucuran air mata, "Tuhan tidak memberikan pada kita, bangsa kerang, sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu."

Si ibu terdiam sejenak, "Sakit sekali, aku tahu anakku. Tetapi terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat", kata ibunya dengan sendu dan lembut.

Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit bukan alang kepalang. Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar.

Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh mengilap, dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna. Penderitaannya berubah menjadi mutiara; air matanya berubah menjadi sangat berharga. Dirinya kini, sebagai hasil derita bertahun-tahun, lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang cuma disantap orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan.
***

Cerita di atas adalah sebuah paradigma yang menjelaskan bahwa penderitaan adalah lorong transendental untuk menjadikan "kerang biasa" menjadi "kerang luar biasa". Karena itu dapat dipertegas bahwa kekecewaan dan penderitaan dapat mengubah "orang biasa" menjadi "orang luar biasa".

Banyak orang yang mundur saat berada di lorong transendental tersebut, karena mereka tidak tahan dengan cobaan yang mereka alami. Ada dua pilihan sebenarnya yang bisa mereka masuki: menjadi "kerang biasa" yang disantap orang, atau menjadi kerang yang menghasilkan mutiara. Sayangnya, lebih banyak orang yang mengambil pilihan pertama, sehingga tidak mengherankan bila jumlah orang yang sukses lebih sedikit dari orang yang "biasa-biasa saja".

Mungkin saat ini kita sedang mengalami penolakan, kekecewaan, patah hati, atau terluka karena orang-orang di sekitar kamu cobalah untuk tetap tersenyum dan tetap berjalan di lorong tersebut, dan sambil katakan di dalam hatimu... "Airmataku diperhitungkan Tuhan... dan penderitaanku ini akan mengubah diriku menjadi mutiara."

Read More......

Spirit dari Sebuah Pekerjaan Kecil

Seorang lelaki tua sepanjang hari menyusuri rel kereta, tangannya selalu membawa sebuah kunci memeriksa satu per satu mur penyangga rel jika ditemukan mur yang kendor/mau lepas, dengan cekatan baut itu kembali dirapatkan sehingga tertanam dengan sempurna seperti sedia kala tidak pernah terlewatkan satu murpun.

Seorang anak muda yang baru dikenalnya mencoba menemani. "Sudah berapa lama kau lakukan pekerjaan ini pak tua?" "Sejak usia 20 tahun, pertama kali aku bekerja sebagai tenaga honorer di perusahaan Kereta Api Negeri ini anak muda," sahut pak tua sambil tersenyum. "

Hah selama itukah bapak melakukan pekerjaan yang sama terus-menerus, bapak tidak bosan???" "Tidak anak muda, aku sangat mencintai pekerjaan ini sampai matipun aku akan tetap melakukan pekerjaan ini. Disinilah hidupku!"

"Pasti gaji bapak besar, sehingga bapak betah dengan pekerjaan ini," sang pemuda masih penasaran. "Gajiku hanya cukup untuk makan aku dan istriku di rumah" "Apakah bapak punya anak yang masih harus dibiayai hidupnya?'' Anakku semua sudah menjadi orang sukses, sudah tidak memerlukan uangku, bahkan tidak jarang anakku yang memberi uang padaku..." sahut pak tua sambil tetap tersenyum.

"Mestinya bapak tinggalkan pekerjaan ini, sudah waktunya beristirahat dirumah menikmati hari tua bersama istri,"  sang pemuda masih penasaran... "Bapak terlihat rapuh dan ringkih melakukan pekerjaan ini..." Lagi-lagi pak tua tersenyum "Anak muda, aku sangat mencintai pekerjaan ini, tidak mungkin aku meninggalkannya...."

"Tapi apa yang kau cari pak tua??? Anak sudah menjadi orang sukses, istri setia menunggu di rumah, gaji juga tidak seberapa, lihatlah tubuhmu yang sudah renta !!!" "Anak muda, rupanya kau masih belum mengerti juga kenapa aku begitu mencintai pekerjaan ini... Bukan uang yang kucari anak muda," pak tua semakin tersenyum lebar. "Lalu apa yang kau cari??" potong sang pemuda dengan cepat.

"Spirit anak muda...semangat...Lihatlah, berapa nyawa yang terselamatkan karena pekerjaanku ini! Bayangkan...sehari saja kutinggalkan pekerjaan ini, kemudian ada mur penyangga rel yang lepas, itu bisa membahayakan perjalanan kereta api, ingatlah satu penumpang di kereta api ini pasti memiliki beberapa orang yang mencintainya... Bayangkan lagi jika seandainya kereta api mengalami kecelakaan dan seluruh penumpangnya meninggal, akan ada beberapa ribu orang yang meratapi kepergian orang-orang yang dicintainya... Spirit itulah yang selalu menemaniku bekerja selama ini...

Temukan spirit dalam setiap pekerjaanmu, maka kamu akan menikmatinya . . .

Read More......