Sabtu, 11 Juni 2011

Cerita Seru dari India

Dahulu kala di suatu desa kecil di India, seorang petani yang sangat miskin mempunyai hutang yang sangat besar kepada rentenir di desa tersebut. Rentenir itu, udah tua, bangkotan, eee…. malah tertarik pada putrinya pak petani yang cakep itu.

Kemudian si rentenir tersebut mengajukan penawaran, dia akan melupakan hutang2 petani tersebut jika dia dapat menikahi putrinya.  Sang petani dan putrinya pun bingung dengan tawaran tersebut, kayaknya mereka nggak setuju.

Melihat gelagat seperti itu, si rentenir mengajukan tawaran lagi untuk membuat keputusan. Dia mengatakan bahwa dia akan meletakkan keping hitam dan keping putih di dalam kantong kosong kemudian sang putri petani diharuskan untuk mengambil satu keping dari kantong tersebut.

1. Jika sang putri mendapatkan keping hitam, maka dia akan menjadi istri rentenir tersebut dan hutang2 petani tersebut lunas.
2. Jika sang putri mendapatkan keping putih, maka rentenir tersebut tidak akan menikahi sang putri dan hutang2 petani tersebut lunas.
3. Jika sang putri menolak mengambil keping, sang petani akan dipenjara.

Berada di halaman petani yang banyak terdapat kepingan-kepingan, si rentenir mengambil 2 keping. Ketika mengambil, mata sang putri yang tajam melihat bahwa keping yang dimasukkan kedalam kantong keduanya berwarna hitam. Kemudian rentenir itu menyuruh sang putri mengambil keping tersebut di dalam kantong.

Sekarang bayangkan Anda ada di sana, apa yang Anda lakukan jika Anda sebagai putri tersebut? Jika Anda harus menolong sang putri, apa yang harus Anda lakukan kepada sang putri?

Melihat hal seperti itu ada 3 kemungkinan :
1. Sang putri menolak untuk mengambil kepingan.
2. Sang putri menunjukkan bahwa yang di dalam kantong tersebut keduanya adalah berwarna hitam serta mengungkap bahwa rentenir tersebut curang.
3. Sang putri mengambil keping hitam dan mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan ayahnya dari hutang-hutang dan penjara.

Sekarang pertimbangkan cerita di atas. Pengalaman ini digunakan untuk membedakan pemikiran logika dan lateral thinking. Dilema sang putri tidak dapat diselesaikan dengan logika awam. Pikirkan cara lain jika sang putri tidak memilih pilihan yang diberikan kepadanya. Apa yang akan anda tawarkan kepadanya ?

Jangan melihat jawaban di bawah sebelum, Anda memikirkan cara lain sebagai saran kepada sang putri, pikirkan 5 menit saja….

***

Baik, begini caranya. sang putri memasukkan tangannya kedalam kantong dan mengambil satu keping tersebut.

Tanpa melihat keping tersebut, secara sengaja menjatuhkan (setengah melempar) keping tersebut ke halaman dan bercampur dengan keping – keping yang lain di halaman.

“Oh, betapa bodohnya aku” kata sang putri.

“Tapi, anda gak usah khawatir, jika tuan melihat sisa kepingan di dalam kantong, maka Tuan akan mengetahui keping mana yang saya ambil”.

Dengan begitu, sisa yang ada di dalam kantong adalah keping berwarna hitam sehingga diasumsikan bahwa sang putri telah mengambil keping yang berwarna putih.

Sejak rentenir berani menyatakan untuk tidak jujur, sang putri mengubah dari keadaan yang kelihatannya mustahil menjadi keadaan yang sangat menguntungkan.

Inti dari cerita ini adalah :

Semua permasalahan yang kompleks mempunyai jalan keluar, yang Anda butuhkan hanya melebarkan pemikiran Anda. Jika logika anda tidak bisa bekerja, berusahalah dengan lateral thinking. Lateral thinking sangat kreatif. mudah dikerjakan tiap hari. “Rahasia untuk sukses adalah mengetahui sesuatu yang tidak diketahui orang lain”

***
 

Read More......

Pelajaran Berharga dari Bocah Penjual Koran

Pagi itu seperti biasa saya berangkat pagi setelah subuh dari rumah, ke tempat penyimpanan motor di bilangan cawang, uki, walau sering terlambat, kali ini saya datang labih awal ketempat menunggu bis antar jemput yang membawa saya ke kantor, saya menyukai naik bus jemputan karena lelah berkendara dari Depok ke Cikarang. Tidak tahan kemacetan ibu kota.

Seperti biasa saya duduk bersama rekan-rekan sambil menunggu jemputan. Tetapi karena saya datang lebih awal, munculah seorang bocah lelaki yang seperti biasa menawarkan koran kepada semua penduduk shelter.

”Koran, koran, Kompas, Media, Tempo, Republika, Warta kota!” begitu teriak bocah laki-laki tersebut menawarkan koran kepada kami. “Koran, Bang!” Dia menawari ku untuk membeli koran. Tangan mungilnya dengan cekatan memilih koran yang kuminta diantara tumpukan koran dagangannya.

”Ini Bang, korannya.” Dia memberi koran yang aku minta kepadanya. “Nih ada kembaliannya enggak?” kataku sambil menyodorkan uang Rp 50.000 kepadanya. “Beres Bang, pasti ada.” segera dikeluarkan kembaliannya dari tas gembloknya yang kotor. “Wah pagi-pagi uangnya udah banyak ya,” kataku kepada bocah tersebut.


“Allhamdulilah Bang, rezeki saya lagi lancar” katanya sambil tersenyum senang. Dan setelah itu diapun berlalu menawarkan Koran kepada para penghuni shelter lainnya. Saat ini pukul 05.20, masih terlalu lama jemputanku datang, maka saya menyempatkan membaca koran yang tadi saya beli pada bocah tukang koran tersebut.

Tanpa sadar saya memperhatikan betapa gigih seorang bocah tukang koran tersbut mencari uang, dengan menawarkan daganganya kepada semua orang yang datang dan pergi silih beranti. Sepintas tampak keringat membasahi wajahnya yang tegar dalam usia beliaya harus berjuang memperoleh uang secara halal dan sebagai pekerja keras.

”Koran, Mbak, ada tabloid, ada berita selebritisnya nih Mbak, atau ini, ada kabar artis bercerai,” katanya bagai seorang marketing ulung tanpa menyerah dia menawarkan koran kepada seorang wanita setengah baya yang pada akhirnya menyerah dan membeli satu tabloid yang disebut sang bocah tersebut.

Sambil memperhatikan terbersit rasa kagum dan rasa haru kepada bocah tersebut, dan memperhatikan betapa gigihnya dia berusaha, hanya tampak senyum ceria yang membuat semua orang yang ditawarinya tidak marah. Tidak terdapat sedikit pun rasa putus asa dalam dirinya, walaupun terkadang orang yang ditawarinya tidak membeli korannya. Sesaat mungkin bocah tersebut lelah menawarkan korannya, dan dia terduduk disampingku, “Kamu enggak sekolah, Dik?” tanyaku kepadanya. “Enggak, Bang, saya tidak ingin sekolah tinggi-tinggi,” katanya.

“Enggak ada biaya, Dik?" tanyaku menyelidik. “Bukan Bang, walau saya tukang koran, saya punya cita-cita.” jawabnya. “Maksudnya, kan dengan sekolah kamu bisa mewujudkan cita-cita kamu dengan lebih mudah,” kataku menjawab.

“Aku sering baca koran, Bang, banyak orang yang telah sekolah tinggi bahkan sarjana tidak bekerja alias nganggur. Mending saya walau sekolah tidak tinggi saya punya penghasilan, Bang,” katanya berusaha menjelaskan kepadaku.

“Abangku tidak sekolah bisa buka agen koran. Penghasilan sebulannya bisa 3-4 juta, Bang. Saya baca di koran, gaji pegawai honorer cuma 700 ribu, jadi buat apa saya sekolah, Bang,” tanyanya kepadaku.

Saya mengerutkan kening, tertanda saya tekejut dengan jawaban bocah kecil tersebut pemikiran yang tajam, dan sebuah keritik yang dalam buat saya yang seorang sarjana. Dalam hati saya membenarkan perkataan anak tersebut, UMR kota bekasi saja sekitar 900 ribu untuk golongan SMU. Saya pun tersenyum mendengar jawaban anak tersebut.

Kemudian bus jemputan saya pun tiba dan saya meninggalkan bocah tersebut tanpa bisa menjawab pertanyaanya, apa tujuan kita sekolah, menjadi sarjana. Karena banyak sarjana sekarang yang begitu lepas kerja mengaggur, tidak punya penghasilan, dan banyak juga karena belum bisa bekerja yang melanjutkan S2 dengan alasan ingin mengisi waktu luang dan menambah nilai jual dirinya. Tapi pernyataan bocah penjual koran tersebut menyadarkan saya tentang rejeki dan tujuan dari bersekolah, yang saat ini saya mungkin kalah dengan bocah kecil tersebut, walau saya seorang yang mempunyai penghasilan dan mempunyai suatu jabatan saya hanyalah manusia gajian, saya hanya seorang buruh.

Beda dengan bocah kecil tersebut, dalam usia belia dia sudah bisa menjadi majikan untuk dirinya sendiri. Sungguh hebat pemikiran lugu bocah penjual koran tersebut. pembalajaran yang menarik dari seorang bocah kecil yang setiap hari kutemui. Rezeki Tuhan sungguh tidak terbatas, tinggal kemauan kita untuk dapat berusaha menggapainya. Pelajaran dapat di peroleh tidak hanya di pendidikan formal, Dan dunia pun banyak memberi pelajaran untuk kita.

***

Read More......

Pelajaran dari Memancing

Pada tepian sebuah sungai, tampak seorang anak kecil sedang bersenang-senang. Ia bermain air yang bening di sana. Sesekali tangannya dicelupkan ke dalam sungai yang sejuk. Si anak terlihat sangat menikmati permainannya.

Selain asyik bermain, si anak juga sering memerhatikan seorang paman tua yang hampir setiap hari datang ke sungai untuk memancing. Setiap kali bermain di sungai, setiap kali pula ia selalu melihat sang paman asyik mengulurkan pancingnya. Kadang, tangkapannya hanya sedikit. Tetapi, tidak jarang juga ikan yang didapat banyak jumlahnya.

Suatu sore, saat sang paman bersiap-siap hendak pulang dengan ikan hasil tangkapan yang hampir memenuhi keranjangnya, si anak mencoba mendekat. Ia menyapa sang paman sambil tersenyum senang. Melihat si anak mendekatinya, sang paman menyapa duluan. “Hai Nak, kamu mau ikan? Pilih saja sesukamu dan ambillah beberapa ekor. Bawa pulang dan minta ibumu untuk memasaknya sebagai lauk makan malam nanti,” kata si paman ramah.

“Tidak, terima kasih Paman,” jawab si anak.

“Lo, paman perhatikan, kamu hampir setiap hari bermain di sini sambil melihat paman memancing. Sekarang ada ikan yang paman tawarkan kepadamu, kenapa engkau tolak?”

“Saya senang memerhatikan Paman memancing, karena saya ingin bisa memancing seperti Paman. Apakah Paman mau mengajari saya bagaimana caranya memancing?” tanya si anak penuh harap.

“Wah wah wah. Ternyata kamu anak yang pintar. Dengan belajar memancing engkau bisa mendapatkan ikan sebanyak yang kamu mau di sungai ini. Baiklah. Karena kamu tidak mau ikannya, paman beri kamu alat pancing ini. Besok kita mulai pelajaran memancingnya, ya?”

Keesokan harinya, si bocah dengan bersemangat kembali ke tepi sungai untuk belajar memancing bersama sang paman. Mereka memasang umpan, melempar tali kail ke sungai, menunggu dengan sabar, dan hup… kail pun tenggelam ke sungai dengan umpan yang menarik ikan-ikan untuk memakannya. Sesaat, umpan terlihat bergoyang-goyang didekati kerumunan ikan. Saat itulah, ketika ada ikan yang memakan umpan, sang paman dan anak tadi segera bergegas menarik tongkat kail dengan ikan hasil tangkapan berada diujungnya.

Begitu seterusnya. Setiap kali berhasil menarik ikan, mereka kemudian melemparkan kembali kail yang telah diberi umpan. Memasangnya kembali, melemparkan ke sungai, menunggu dimakan ikan, melepaskan mata kail dari mulut ikan, hingga sore hari tiba. Ketika menjelang pulang, si anak yang menikmati hari memancingnya bersama sang paman bertanya, “Paman, belajar memancing ikan hanya begini saja atau masih ada jurus yang lain?”

Mendengar pertanyaan tersebut, sang paman tersenyum bijak. “Benar anakku, kegiatan memancing ya hanya begini saja. Yang perlu kamu latih adalah kesabaran dan ketekunan menjalaninya. Kemudian fokus pada tujuan dan konsentrasilah pada apa yang sedang kamu kerjakan. Belajar memancing sama dengan belajar di kehidupan ini, setiap hari mengulang hal yang sama. Tetapi tentunya yang diulang harus hal-hal yang baik. Sabar, tekun, fokus pada tujuan dan konsentrasi pada apa yang sedang kamu kerjakan, maka apa yang menjadi tujuanmu bisa tercapai.”

***
Sama seperti dalam kehidupan ini, sebenarnya untuk meraih kesuksesan kita tidak membutuhkan teori-teori yang rumit, semua sederhana saja, Sepanjang kita tahu apa yang kita mau, dan kemudian mampu memaksimalkan potensi yang kita miliki sebagai modal, terutama dengan menggali kelebihan dan mengasah bakat kita, maka kita akan bisa mencapai apa yang kita impikan dan cita-citakan. Apalagi, jika semua hal tersebut kita kerjakan dengan senang hati dan penuh kesungguhan.

Dengan mampu mematangkan kelebihan-kelebihan kita secara konsisten, maka sebenarnya kita sedang memupuk diri kita untuk menjadi ahli di bidang yang kita kuasai. Sehingga, dengan profesionalisme yang kita miliki, apa yang kita perjuangkan pasti akan membuahkan hasil yang paling memuaskan.

Disadur dari : Andrie Wongso

Read More......

Hasrat, Keberanian & Komitmen

Kisah ini diambil dari buku Chicken Soups for The Souls :

Namanya Hani. Hani Irmawati. Ia adalah gadis pemalu, berusia 17 tahun. Tinggal di rumah berkamar dua bersama dua saudara dan orangtuanya. Ayahnya adalah penjaga gedung dan ibunya pembantu rumah tangga. Pendapatan tahunan mereka, tidak setara dengan biaya kuliah sebulan di Amerika.

Pada suatu hari, dengan baju lusuh, ia berdiri sendirian di tempat parkir sebuah sekolah internasional. Sekolah itu mahal, dan tidak menerima murid Indonesia. Ia menghampiri seorang guru yang mengajar bahasa Inggris di sana. Sebuah tindakan yang membutuhkan keberanian besar untuk ukuran gadis Indonesia.

“Aku ingin kuliah di Amerika,” tuturnya, terdengar hampir tak masuk akal. Membuat sang guru tercengang, ingin menangis mendengar impian gadis belia yang bagai pungguk merindukan bulan.

Untuk beberapa bulan berikutnya, Hani bangun setiap pagi pada pukul lima dan naik bis kota ke SMU-nya. Selama satu jam perjalanan itu, ia belajar untuk pelajaran biasa dan menyiapkan tambahan pelajaran bahasa Inggris yang didapatnya dari sang guru sekolah internasional itu sehari sebelumnya. Lalu pada jam empat sore, ia tiba di kelas sang guru. Lelah, tapi siap belajar.

“Ia belajar lebih giat daripada kebanyakan siswa ekspatriatku yang kaya-kaya,” tutur sang guru. “Semangat Hani meningkat seiring dengan meningkatnya kemampuan bahasanya, tetapi aku makin patah semangat.”

Hani tak mungkin memenuhi syarat untuk mendapatkan beasiswa dari universitas besar di Amerika. Ia belum pernah memimpin klub atau organisasi, karena di sekolahnya tak ada hal-hal seperti itu. Ia tak memiliki pembimbing dan nilai tes standar yang mengesankan, karena tes semacam itu tak ada. Namun, Hani memiliki tekad lebih kuat daripada murid mana pun.

“Maukah Anda mengirimkan namaku?” pintanya untuk didaftarkan sebagai penerima beasiswa.

“Aku tak tega menolak. Aku mengisi pendaftaran, mengisi setiap titik-titik dengan kebenaran yang menyakitkan tentang kehidupan akademisnya, tetapi juga dengan pujianku tentang keberanian dan kegigihannya,” ujar sang guru.

“Kurekatkan amplop itu dan mengatakan kepada Hani bahwa peluangnya untuk diterima itu tipis, mungkin nihil.”

Pada minggu-minggu berikutnya, Hani meningkatkan pelajarannya dalam bahasa Inggris. Seluruh tes komputerisasi menjadi tantangan besar bagi seseorang yang belum pernah menyentuh komputer. Selama dua minggu ia belajar bagian-bagian komputer dan cara kerjanya.
Lalu, tepat sebelum Hani ke Jakarta untuk mengambil TOEFL, ia menerima surat dari asosiasi beasiswa itu. “Inilah saat yang kejam. Penolakan,” pikir sang guru.

Sebagai upaya mencoba mempersiapkannya untuk menghadapi kekecewaan, sang guru lalu membuka surat dan mulai membacakannya: Ia diterima! Hani diterima….

“Akhirnya aku menyadari bahwa akulah yang baru memahami sesuatu yang sudah diketahui Hani sejak awal: bukan kecerdasan saja yang membawa sukses, tapi juga hasrat untuk sukses, komitmen untuk bekerja keras, dan keberanian untuk percaya akan dirimu sendiri,” tutur sang guru menutup kisahnya.

***

Kisah Hani ini diungkap oleh sang guru bahasa Inggris itu, Jamie Winship, dan dimuat di buku “Chicken Soup for the College Soul”, yang edisi Indonesianya telah diterbitkan.

Tentu kisah ini tidak dipandang sebagai kisah biasa oleh Jack Canfield, Mark Victor Hansen, Kimberly Kirberger, dan Dan Clark. Ia terpilih diantara lebih dari delapan ribu kisah lainnya. Namun, bukan ini yang membuatnya istimewa.

Yang istimewa, Hani menampilkan sosoknya yang berbeda. Ia punya tekad. Tekad untuk maju. Maka, sebagaimana diucapkan Tommy Lasorda, “Perbedaan antara yang mustahil dan yang tidak mustahil terletak pada tekad seseorang.”

***
 

Read More......

Sebuah Pelajaran Cinta dari Negeri Sakura

Toshinobu Kubota, yang biasa dipanggil Shinji mengucapkan selamat tinggal kepada keluarganya di negerinya yang lama untuk mencari hidup yang lebih baik di Amerika. Ayahnya memberinya uang simpanan keluarga yang disembunyikan di dalam kantong kulit. “Di sini keadaan sulit,” katanya sambil memeluk putranya dan mengucapkan selamat tinggal. “Kau adalah harapan kami.”

Shinji naik ke kapal lintas Atlantik yang menawarkan transport gratis bagi pemuda-pemuda yang mau bekerja sebagai penyekop batubara sebagai imbalan ongkos pelayaran selama sebulan. Kalau Shinji menemukan emas di Pegunungan Colorado, keluarganya akan menyusul.

Berbulan-bulan Shinji mengolah tanahnya tanpa kenal lelah. Urat emas yang tidak besar memberinya penghasilan yang pas-pasan namun teratur. Setiap hari ketika pulang ke pondoknya yang terdiri atas dua kamar, Shinji merindu kan dan sangat ingin disambut oleh wanita yang dicintainya. Satu-satunya yang disesalinya ketika menerima tawaran untuk mengadu nasib ke Amerika adalah terpaksa meninggalkan Asaka Matsutoya sebelum secara resmi punya kesempatan mendekati gadis itu. Sepanjang ingatannya, keluarga mereka sudah lama berteman dan selama itu pula diam-diam dia berharap bisa memperistri Asaka.

Rambut Asaka yang ikal panjang dan senyumnya yang menawan membuatnya menjadi putri Keluarga Yoshinori Matsutoya yang paling cantik. Shinji baru sempat duduk di sampingnya dalam acara perayaan pesta bunga dan mengarang alasan-alasan konyol untuk singgah di rumah gadis itu agar bisa bertemu dengannya. Setiap malam sebelum tidur di kabinnya, Shinji ingin sekali membelai rambut Asaka yang pirang kemerahan dan memeluk gadis itu. Akhirnya, dia menyurati ayahnya, meminta bantuannya untuk mewujudkan impiannya.

Kira-kira setahun kemudian, sebuah telegram datang mengabarkan rencana untuk membuat hidup Shinji menjadi lengkap. Pak Yoshinori Matsutoya akan mengirimkan putrinya kepada Shinji di Amerika. Putrinya itu suka bekerja keras dan punya intuisi bisnis. Dia akan bekerja sama dengan Shinji selama setahun dan membantunya mengembangkan bisnis penambangan emas. Diharapkan, setelah setahun itu keluarganya akan mampu datang ke Amerika untuk menghadiri pernikahan mereka.

Hati Shinji sangat bahagia. Dia menghabiskan satu bulan berikutnya untuk mengubah pondoknya menjadi tempat tinggal yang nyaman. Dia membeli ranjang sederhana untuk tempat tidurnya di ruang duduk dan menata bekas tempat tidurnya agar pantas untuk seorang wanita. Gorden dari bekas karung goni yang menutupi kotornya jendela diganti dengan kain bermotif bunga dari bekas karung terigu. Di meja samping tempat tidur dia meletakkan wadah kaleng berisi bunga-bunga kering yang dipetiknya di padang rumput.

Akhirnya , tibalah hari yang sudah dinanti-nantikannya sepanjang hidup. Dengan tangan membawa seikat bunga daisy segar yang baru dipetik , dia pergi ke stasiun kereta api. Asap mengepul dan roda-roda berderit ketika kereta api mendekat lalu berhenti. Shinji melihat setiap jendela , mencari senyum dan rambut ikal Asaka. Jantungnya berdebar kencang penuh harap, kemudian tersentak karena kecewa.

Bukan Asaka , tetapi Yumi Matsutoya kakaknya, yang turun dari kereta api. Gadis itu berdiri malu-malu di depannya, matanya menunduk. Shinji hanya bisa memandang terpana. Kemudian, dengan tangan gemetar diulurkannya buket bunga itu kepada Yumi. “Selamat datang,” katanya lirih, matanya menatap nanar.

Senyum tipis menghias wajah Yumi yang tidak cantik. “Aku senang ketika Ayah mengatakan kau ingin aku datang ke sini,” kata Yumi, sambil sekilas memandang mata Shinji sebelum cepat-cepat menunduk lagi.

“Aku akan mengurus bawaanmu ,” kata Shinji dengan senyum terpaksa.

Bersama-sama mereka berjalan ke kereta kuda. Pak Matsutoya dan ayahnya benar. Yumi memang punya intuisi bisnis yang hebat. Sementara Shinji bekerja di tambang, dia bekerja di kantor. Di meja sederhana di sudut ruang duduk, dengan cermat Yumi mencatat semua kegiatan di tambang. Dalam waktu 6 bulan, asset mereka telah berlipat dua. Masakannya yang lezat dan senyumnya yang tenang menghiasi pondok itu dengan sentuhan ajaib seorang wanita.

Tetapi bukan wanita ini yang kuinginkan , keluh Shinji dalam hati, setiap malam sebelum tidur kecapekan di ruang duduk. Mengapa mereka mengirim Yumi ? Akankah dia bisa bertemu lagi dengan Asaka ? Apakah impian lamanya untuk memperistri Asaka harus dilupakannya ?

Setahun lamanya Yumi dan Shinji bekerja, bermain, dan tertawa bersama, tetapi tak pernah ada ungkapan cinta. Pernah sekali, Yumi mencium pipi Shinji sebelum masuk kekamarnya. Pria itu hanya tersenyum canggung. Sejak itu, kelihatannya Yumi cukup puas dengan jalan-jalan berdua menjelajahi pegunungan atau dengan mengobrol di beranda setelah makan malam.

Pada suatu sore di musim semi, hujan deras mengguyur punggung bukit, membuat jalan masuk ke tambang mereka longsor. Dengan kesal Shinji mengisi karung-karung pasir dan meletakkannya sedemikan rupa untuk membelokkan arus air. Badannya lelah dan basah kuyup, tetapi tampaknya usahanya sia-sia. Tiba-tiba Yumi muncul di sampingnya, memegangi karung goni yang terbuka. Shinji menyekop dan memasuk kan pasir kedalamnya, kemudian dengan tenaga sekuat lelaki, Yumi melemparkan karung itu ke tumpukan lalu membuka karung lainnya. Berjam-jam mereka bekerja dengan kaki terbenam lumpur setinggi lutut, sampai hujan reda. Dengan berpegangan tangan mereka berjalan pulang ke pondok. Sambil menikmati sup panas, Shinji mendesah , “Aku takkan dapat menyelamatkan tambang itu tanpa dirimu. Terima kasih, Yumi.”

“Sama-sama,” gadis itu menjawab sambil tersenyum tenang seperti biasa, lalu tanpa berkata-kata dia masuk ke kamarnya.

Beberapa hari kemudian , sebuah telegram datang mengabarkan bahwa Keluarga Matsutoya dan Keluarga Kubota akan tiba minggu berikutnya. Meskipun berusaha keras menutup-nutupinya , jantung Shinji kembali berdebar-debar seperti dulu karena harapan akan bertemu lagi dengan Asaka. Dia dan Yumi pergi ke stasiun kereta api. Mereka melihat keluarga mereka turun dari kereta api di ujung peron.

Ketika Asaka muncul , Yumi menoleh kepada Shinji. “Sambutlah dia,” katanya.

Dengan kaget, Shinji berkata tergagap, “Apa maksudmu?”

“Shinji , sudah lama aku tahu bahwa aku bukan putri Matsutoya yang kau inginkan. Aku memperhatikan bagaimana kau bercanda dengan Asaka dalam acara Perayaan pesta bunga lalu.” Dia mengangguk ke arah adiknya yang sedang menuruni tangga kereta. “Aku tahu bahwa dia, bukan aku , yang kauinginkan menjadi istrimu.”

“Tapi…” Yumi meletakkan jarinya pada bibir Shinji. “Ssstt,” bisiknya. “Aku mencintaimu, Shinji. Aku selalu mencintaimu. Karena itu , yang kuinginkan hanya melihatmu bahagia. Sambutlah adikku.”

Shinji mengambil tangan Yumi dari wajahnya dan menggenggamnya. Ketika Yumi menengadah, untuk pertama kalinya Shinji melihat betapa cantiknya gadis itu. Dia ingat ketika mereka berjalan-jalan di padang rumput, ingat malam-malam tenang yang mereka nikmati di depan perapian, ingat ketika Yumi membantunya mengisi karung-karung pasir. Ketika itulah dia menyadari apa yang sebenarnya selama berbulan-bulan telah tidak diketahuinya.

“Tidak, Yumi. Engkaulah yang kuinginkan.” Shinji merengkuh gadis itu ke dalam pelukannya dan mengecupnya dengan cinta yang tiba-tiba membuncah didalam dadanya. Keluarga mereka berkerumun mengelilingi mereka dan berseru-seru, “Kami datang untuk menghadiri pernikahan kalian!”

***

“True love doesn’t have a happy ending , because true love never ends."

Read More......

Kamis, 09 Juni 2011

Jadikan Hidup Lebih Bermakna

Ada pasangan suami isteri yang sudah hidup beberapa lama tetapi belum mempunyai keturunan. Sejak 10 tahun yang lalu, sang istri terlibat aktif dalam kegiatan untuk menentang ABORSI, karena menurut pandangannya, aborsi berarti membunuh seorang bayi.

Setelah bertahun-tahun berumah tangga, akhirnya sang istri hamil, sehingga pasangan tersebut sangat bahagia. Mereka menyebarkan kabar baik ini kepada famili, teman2 dan sahabat2, dan lingkungan sekitarnya. Semua orang ikut berbahagia dengan mereka. Dokter menemukan bayi kembar dalam perutnya, seorang bayi laki2 dan perempuan. Tetapi setelah beberapa bulan, sesuatu yang buruk terjadi. Bayi perempuan mengalami kelainan, dan ia mungkin tidak bisa hidup sampai masa kelahiran tiba. Kondisinya juga dapat mempengaruhi kondisi bayi laki-laki. Dokter menyarankan untuk aborsi, demi untuk sang ibu dan bayi laki-lakinya.

Fakta ini membuat keadaan menjadi terbalik. Baik sang suami maupun sang istri mengalami depressi. Pasangan ini bersikeras untuk tidak menggugurkan bayi perempuannya (membunuh bayi tsb), tetapi juga kuatir terhadap kesehatan bayi laki-lakinya. “Saya bisa merasakan keberadaannya, dia sedang tidur nyenyak”, kata sang ibu di sela tangisannya.

Lingkungan sekitarnya memberikan dukungan moral kepada pasangan tersebut, dengan mengatakan bahwa ini adalah kehendak Tuhan. Ketika sang istri semakin mendekatkan diri dengan Tuhan, tiba-tiba dia tersadar bahwa Tuhan pasti memiliki rencana-Nya di balik semua ini. Hal ini membuatnya lebih tabah. Pasangan ini berusaha keras untuk menerima fakta ini. Mereka mencari informasi di internet, pergi ke perpustakaan, bertemu dengan banyak dokter, untuk mempelajari lebih banyak tentang masalah bayi mereka. Satu hal yang mereka temukan adalah bahwa mereka tidak sendirian. Banyak pasangan lainnya yang juga mengalami situasi yang sama, di mana bayi mereka tidak dapat hidup lama. Mereka juga menemukan bahwa beberapa bayi akan mampu bertahan hidup, bila mereka mampu memperoleh donor organ dari bayi lainnya. Sebuah peluang yang sangat langka. Siapa yang mau mendonorkan organ bayinya ke orang lain? Jauh sebelum bayi mereka lahir, pasangan ini menamakan bayinya, Jeffrey dan Anne. Mereka terus bersujud kepada Tuhan. Pada mulanya, mereka memohon keajaiban supaya bayinya sembuh. Kemudian mereka tahu, bahwa mereka seharusnya memohon agar diberikan kekuatan untuk menghadapi apapun yang terjadi, karena mereka yakin Tuhan punya rencana-Nya sendiri.

Keajaiban terjadi, dokter mengatakan bahwa Anne cukup sehat untuk dilahirkan, tetapi ia tidak akan bertahan hidup lebih dari 2 jam. Sang istri kemudian berdiskusi dengan suaminya, bahwa jika sesuatu yang buruk terjadi pada Anne, mereka akan mendonorkan organnya. Ada dua bayi yang sedang berjuang hidup dan sekarat, yang sedang menunggu donor organ bayi. Sekali lagi, pasangan ini berlinangan air mata. Mereka menangis dalam posisi sebagai orang tua, di mana mereka bahkan tidak mampu menyelamatkan Anne. Pasangan ini bertekad untuk tabah menghadapi kenyataan yang akan terjadi.

Hari kelahiran tiba. Sang istri berhasil melahirkan kedua bayinya dengan selamat. Pada momen yang sangat berharga tersebut, sang suami menggendong Anne dengan sangat hati-hati, Anne menatap ayahnya, dan tersenyum dengan manis. Senyuman Anne yang imut tak akan pernah terlupakan dalam hidupnya. Tidak ada kata-kata di dunia ini yang mampu menggambarkan perasaan pasangan tersebut pada saat itu. Mereka sangat bangga bahwa mereka sudah melakukan pilihan yang tepat (dengan tidak mengaborsi Anne),mereka sangat bahagia melihat Anne yang begitu mungil tersenyum pada mereka, mereka sangat sedih karena kebahagiaan ini akan berakhir dalam beberapa jam saja.

Sungguh tidak ada kata-kata yang dapat mewakili perasaan pasangan tersebut. Mungkin hanya dengan air mata yang terus jatuh mengalir, air mata yang berasal dari jiwa mereka yang terluka..

Baik sang kakek, nenek, maupun kerabat famili memiliki kesempatan untuk melihat Anne. Keajaiban terjadi lagi, Anne tetap bertahan hidup setelah lewat 2 jam. Memberikan kesempatan yang lebih banyak bagi keluarga tersebut untuk saling berbagi kebahagiaan. Tetapi Anne tidak mampu bertahan setelah enam jam…..

Para dokter bekerja cepat untuk melakukan prosedur pendonoran organ. Setelah beberapa minggu, dokter menghubungi pasangan tersebut bahwa donor tersebut berhasil. Dua bayi berhasil diselamatkan dari kematian. Pasangan tersebut sekarang sadar akan kehendak Tuhan. Walaupun Anne hanya hidup selama 6 jam, tetapi dia berhasil menyelamatkan dua nyawa. Bagi pasangan tersebut, Anne adalah pahlawan mereka, dan sang Anne yang mungil akan hidup dalam hati mereka selamanya…

***
 
Sumber: buku 'Gifts From The Heart for Women' karangan Karen Kingsbury.

Read More......

Rabu, 08 Juni 2011

Kisah Pemecah Batu

Seorang pemecah batu karang mengeluhkan keberadaan dirinya.

"Ah, Tuhan tidak adil. Setiap bekerja aku pasti kepanasan. Betapa enaknya menjadi matahari. Ia tidak perlu bersusah-payah seperti aku. Jika Tuhan adil, aku ingin menjadi matahari."

Tuhan mengabulkan permintaan pemecah batu. Dalam waktu sekejap, ia berubah menjadi matahari. Betapa bangganya ia. Dengan sekuat tenaga, ia menyinarkan cahayanya ke seluruh bumi hingga manusia menjadi kegerahan. Tetapi, tiba-tiba awan hitam menutupi sinarnya. Cahaya yang kuat tak mampu menembusnya.

"Ah, Tuhan tidak adil. Ternyata ada yang lebih kuat daripada aku. Jika Tuhan adil, aku ingin menjadi awan hitam."

Tuhan mengabulkan permintaan matahari. Dalam sekejap, ia berubah menjadi awan hitam. Dengan congkaknya, sang awan berkeliling dunia dan menggelapkan isinya. Di tengah rasa bangganya, tiba-tiba bertiuplah angin dengan sangat kencang hingga awan hitam itu tercerai-berai. Sang awan menjadi marah.

"Tuhan, Engkau sungguh tidak adil. Ternyata angin dapat mengalahkanku. Kalau begitu, jadikan aku sebagai angin."

Dalam sekejap awan berubah menjadi angin. Dengan kekuatannya ia bertiup kencang sehingga banyak rumah dan pohon yang roboh. Ia merasa menjadi yang paling hebat hingga akhirnya ia menghantam batu karang. Tetapi, batu karang itu tetap tegak berdiri tidak goyah.


Berkali-kali ia menghantam batu karang. Tetapi, jangankan hancur, beranjak sedikitpun tidak. Angin menjadi jengkel.

"Tuhan, jadikan aku batu karang agar aku dapat menahan angin."

Tuhan sekali lagi mengabulkan permintaannya. Batu karang itu yakin bahwa tidak ada yang dapat mengalahkannya. Sampai suatu hari, ada seorang laki-laki tua dengan bertelanjang dada membawa alat pemecah batu. Sedikit demi sedikit, laki-laki itu memecah batu karang hingga menjadi batu-batu kecil. Batu karang menjadi sadar bahwa ia harus kembali menjadi pemecah batu karang. Tuhan memberi pelajaran kepada orang yang tidak pernah puas dan senang membandingkan dirinya dengan orang lain.

***

Pesan: Manusia memang tidak pernah merasa puas sehingga sering kali melihat orang lain lebih baik daripada dirinya sendiri. Kita harus mengucap syukur dan menerima diri kita apa adanya.

Sumber: Buku 'Kumpulan Ilustrasi Untuk Sekolah Minggu' oleh 'Tim Pelayanan Efata'

Read More......

Jumat, 03 Juni 2011

12 Kata "JANGAN" yang Perlu Dihindari

1. Jangan menunggu bahagia baru tersenyum, tapi tersenyumlah, maka kamu kian bahagia.

2. Jangan menunggu kaya baru bersedekah, tapi bersedekahlah, maka kamu semakin kaya.

3. Jangan menunggu termotivasi baru bergerak, tapi bergeraklah, maka kamu akan termotivasi.

4. Jangan menunggu dipedulikan orang baru kamu peduli, tapi pedulilah dengan orang lain! Maka kamu akan dipedulikan...

5. Jangan menunggu orang memahami kamu baru kamu memahami dia, tapi pahamilah orang itu, maka orang itu paham dengan kamu.

6. Jangan menunggu terinspirasi baru menulis. tapi menulislah, maka inspirasi akan hadir dalam tulisanmu.

7. Jangan menunggu proyek baru bekerja, tapi bekerjalah, maka proyek akan menunggumu.

8. Jangan menunggu dicintai baru mencintai, tapi belajarlah mencintai,maka kamu akan dicintai.

9. Jangan menunggu banyak uang baru hidup tenang, tapi hiduplah dengan tenang. Percayalah,. bukan sekadar uang yang datang tapi juga rejeki yang lainnya.

10. Jangan menunggu contoh baru bergerak mengikuti, tapi bergeraklah,maka kamu akan menjadi contoh yang diikuti.

11. Jangan menunggu sukses baru bersyukur. tapi bersyukurlah, maka bertambah kesuksesanmu.

12. Jangan menunggu bisa baru melakukan, tapi lakukanlah! Kamu pasti bisa!

" Apa yang kamu tanam itulah yg akan kamu tuai "

***
 
Sumber: Facebook / Setitik Embun Inspirasi

Read More......

Rabu, 01 Juni 2011

Sampaikan Rasa Kasih Anda Selagi Sempat

Ada seorang pengusaha muda yang pagi itu terburu-buru berangkat kantor karena ia bangun rada kesiangan. Sementara pagi itu ia ada meeting dengan rekan bisnis-nya. Karena terburu-buru, ia tidak sempat menikmati sarapan pagi buatan isterinya. Ia lalu memutuskan untuk mampir ke sebuah toko untuk membeli roti sebagai ganti sarapan pagi. Pikirnya, “Nanti roti ini dimakan di kantor saja”.

Ketika ia sedang memilih roti yang hendak dibelinya, matanya tertarik mengamati seorang anak kecil berusia kira-kira sepuluh tahun yang sedang memilih bunga di toko sebelah. Anak kecil ini terlihat sedang tawar menawar harga bunga dengan pelayan toko tersebut.

“Mbak, harga bunga ini berapa?” tanyanya kepada pelayan toko.

” Lima puluh ribu rupiah”, jawab sang pelayan.

Kemudian ia memilih bunga yang lain dan bertanya kembali, “Kalau bunga yang ini berapa?” .

“Ini lebih mahal lagi, seratus lima puluh ribu rupiah!” jawab sang pelayan.

“Kalau yang ini berapa?” tanyanya sambil menunjukkan bunga yang lebih bagus lagi.

“Ini harganya dua ratus lima puluh ribu, nak!” jawab sang pelayan.

Anak ini terlihat bingung karena harga bunganya bertambah tinggi, sementara ia tidak menyadari bahwa bunga yang ia tunjuk itu bunga yang paling bagus.

Dengan sedih ia bertanya, “Adakah bunga yang harganya lima ribu?”

Anak ini ternyata hanya memiliki uang lima ribu rupiah walau keinginannya untuk mendapatkan bunga itu sangat besar. Belum sempat pelayan toko itu menjawab, pengusaha muda ini segera bertanya kepada sang anak, “Nak, kamu mau beli bunga buat siapa?”

Kemudian anak ini menjawab, “Saya mau beli bunga buat mama, karena hari ini mama ulang tahun!” Pengusaha muda ini tersentak, dalam hatinya ia berkata, “Wah… mati aku, aku lupa! Hari ini isteriku ulang tahun. Aku belum mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya. Kalau sampai aku lupa, ia bisa marah!” Segera ia berkata kepada pelayan toko, “Mbak, saya beli bunga ini. Saya beli dua ikat. Satunya buat anak ini. Tolong nanti antar bunga ini ke alamat rumah saya,” katanya sambil memberikan kartu namanya. Kemudian pengusaha muda itu memberikan bunga tersebut kepada sang anak dan mengucapkan terima kasih sudah mengingatkannya bahwa hari ini ternyata isterinya juga berulang tahun. Anak itu kemudian pergi.

Pengusaha ini segera bergegas ke mobilnya dan melanjutkan perjalanan ke kantor. Ketika ia sedang mengendarai mobil, ia melewati anak kecil tadi sedang berjalan. Iapun berhenti dan bertanya apakah ia satu jurusan dengannya. Anak kecil itu mengiyakan dan kemudian masuk ke dalam mobilnya.

Sampai di suatu tempat yang agak sepi anak ini minta turun. Pengusaha muda tersebut heran melihat anak kecil ini masuk melewati sebuah lorong kecil. Karena penasaran, ia mengikuti sang anak dari belakang. Betapa terkejutnya ia ketika melihat anak kecil ini menaruh bunganya di sebuah gundukan tanah kuning yang masih basah.

Kemudian ia bertanya, “Nak, ini kuburan siapa?”

Anak kecil itu kemudian menjawab, “Oom, hari ini mama ulang tahun. Tetapi sayang, mama baru saja meninggal dua hari yang lalu. Oleh sebab itu saya datang ke tempat ini untuk membawakan mama bunga dan mengucapkan selamat ulang tahun.”

Pengusaha muda begitu tersentak dengan perkataan anak ini.

“Apakah isteriku masih hidup saat ini?” tanyanya dalam hati.

Segeralah ia berlari masuk ke mobil, mengendarainya dengan kecepatan tinggi dan menuju ke toko tadi. Dengan terengah-engah ia berkata kepada pelayan toko, “Mana bunga yang tadi saya beli? Bunganya tidak usah dikirim, biar saya saja yang langsung memberikannya ke tangan isteri saya.”

Dengan cepat ia menyambar bunga tersebut dan menyetir pulang. Sampai di rumah, ia segera berlari mendapatkan isterinya. “Puji Tuhan! Isteriku masih hidup!” Sambil memberikan bunga ia berkata, “Isteriku, selamat ulang tahun”. Kemudian ia mencium dan memeluk isterinya kuat-kuat sambil mengucap syukur kepada Tuhan. Sambil menangis ia berkata, “Terima kasih, Tuhan. Engkau masih memberikan kesempatan kedua kepadaku.”

Banyak diantara kita terlalu sibuk dengan aktifitas sehari-hari. Aktifitas dan rutinitas ternyata sudah ‘membunuh’ perhatian dan momen-momen penting yang harus dinikmati bersama orang-orang yang kita kasihi; orang tua, suami, isteri, anak-anak, dan saudara-saudara kita.

Demi mengejar karier, uang dan jabatan bahkan pelayanan banyak orang melupakan keluarga. Seorang businessman hanya berpikir bahwa memenuhi kebutuhan materi isteri dan anak-anak sudah membuatnya merasa menjadi ayah yang baik. Seorang pelayan Tuhan berpikir bahwa dengan sibuk dalam pelayanan dan dikenal di mana-mana sudah membuatnya merasa menjadi orang yang benar di dalam keluarganya. Kita tidak sadar, kita sudah salah jika berpikir demikian.

Hari ini, kalau kita masih diberi kesempatan untuk hidup semua hanyalah kasih karunia Tuhan. Oleh sebab itu, jangan tunggu sampai besok untuk menunjukkan kasih dan sayang kita kepada orang-orang disekitar kita, terutama orang-orang yang paling dekat dengan kita. Jangan tunggu mereka mati kita baru menyadarinya. Jangan tunggu sampai besok! Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi dengan hari esok. Jika kita masih hidup pada hari ini berarti ini kesempatan kedua buat kita. Ambil kesempatan kedua yang Tuhan berikan kepada kita hari ini

***
 
Sumber: Facebook / Setitik Embun Inspirasi

Read More......