Sabtu, 06 Oktober 2012

Pelukis dan Seniman

Suatu ketika ada dua orang yang hidup dari melukis. Pelukis pertama sangat ahli dan teliti dalam melukis sesuatu, hingga orang-orang di sekitarnya menjulukinya ”PeIukis Detail”. Tetapi dalam pujian itu ditambahi komentar, ”Persis sih persis, tetapi sekarang sudah ada kamera. Untuk apa menghabiskan energi untuk menggambar? Apalagi gambar yang diperoleh dari kamera lebih jelas dan detail daripada lukisan.” Pelukis ini sungguh kasihan. Karena penggunaan kamera yang semakin umum, dia harus kehilangan pekerjaannya.

Pelukis yang lain melukis dengan sederhana, sangat sederhana sehingga hanya dengan beberapa coretan dia dapat menghasilkan sebuah lukisan. Orang-orang yang melihat lukisannya dapat mengetahui apa yang dilukis, tetapi tidak dapat mengatakan lukisan tersebut persis dengan objek yang dilukis. Mirip atau tidak mirip, orang tidak peduli, karena tidak ada seorang pun yang ingin mengganti lukisannya dengan foto. Lukisan yang ditampilkan sangat khas dan tidak dapat ditemukan dalam wujud nyata. Kamera pun tidak dapat menghasilkan gambar yang seperti ini. Dia jauh lebih beruntung dari pelukis pertama. Bukan hanya tidak kehilangan pekerjaan, bahkan karena melukis hidupnya menjadi makmur.

***

Dari yang penuh aturan menuju kebebasan, seperti berbentuk tetapi juga tak berbentuk, hal ini adalah aturan tingkat kemahiran seorang seniman. Bila seorang seniman hanya bisa meniru kenyataan yang ada tanpa memiliki daya kreasi dan imajinasi yang bisa membuatnya berbeda, maka dia akan menghasilkan karya yang biasa-biasa saja dan kurang nilai seninya.

Sumber : Buku "200 Kisah Terindah Sepanjang Masa dari China" oleh Din Man

Read More......

Suaranya Berasal Darimana?


Ada dua orang, A dan B, yang suka berdebat ketika bertemu satu sama lain. Hanya karena persoalan kecil sekalipun mereka bisa berdebat dalam waktu yang lama. Mereka sama-sama suka menonjolkan kepandaian di hadapan yang lain sehingga satu dan yang lain tidak mau mengalah.

Suatu hari, A bertanya kepada B, "Ada sebuah lonceng terbuat dari tembaga dan pemukulnya terbuat dari kayu. Bila pemukul kayu dipukulkan ke lonceng maka akan menimbulkan suara yang sangat nyaring. Menurutmu suara nyaring disebabkan oleh pemukulnya, atau karena tembaganya?"

Setelah berpikir B menjawab, "Apa masih perlu dipertanyakan? Sudah tentu karena tembaganya."

A berkata, "Apa alasan kamu mengatakan penyebabnya adalah tembaga?"

B menjelaskan, "Bila kamu memukulkan pemukul kayu ke tembok, maka tidak akan timbul suara yang nyaring. Tapi bila kayu dipukulkan ke lonceng tembaga akan timbul suara nyaring. Dari sini terlihat bahwa penyebabnya adalah tembaganya."

A tidak setuju dengan pendapat B, lalu dia berkata, "Menurutku bukan karena suara tembaganya."

B bertanya, "Kalau begitu apa alasan kamu mengatakan penyebabnya bukan tembaga?"

A menjawab, "Kamu lihat, bila pemukul kayu ini dipukulkan ke uang logam tembaga, maka tidak terdengar suara apa-apa. Bukankah uang logam ini terbuat dari tembaga juga? Mengapa uang logam tembaga tidak mengeluarkan suara apa pun?

B menyangkal, "Uang logam tembaga itu padat, tentunya tidak mengeluarkan suara. Sedangkan lonceng itu tengahnya kosong. Suara-suara tersebut timbul dari peralatan yang tengahnya kosong."

A tidak setuju atas pendapat B, lalu A berkata, "Apabila lonceng itu terbuat dari tanah ataupun kayu, maka tidak akan timbul suara. Apakah kamu masih bisa mengatakan bahwa suara berasal dari peralatan yang tengahnya kosong?"

Mereka berdua terus bertengkar tiada habisnya tentang apa penyebab bunyi lonceng dan tetap saja tak ada satu pun yang dapat menjelaskan dengan pasti asal suara itu dari mana.

***

Sifat setiap benda timbul dari berbagai faktor yang digabungkan. Bila kita hanya mengambil sedikit dari faktor penyebab tersebut, memandang suatu masalah hanya dari sebuah sisi tertentu saja, atau hanya melakukan perbandingan secara sederhana, maka akan menimbulkan kesalahpahaman, bahkan dapat menimbulkan teori-teori yang konyol.


Sumber : Buku "200 Kisah Terindah Sepanjang Masa Dari China" oleh Din Man

Read More......

Jumat, 05 Oktober 2012

Harta Karun

Ada seorang pria yang sedang berjalan ke sebuah daerah untuk mencari harta karun. Hingga tiba di daerah tersebut, pria tersebut merasa bingung harus memilih jalan yang mana karena jalannya bercabang tiga. Lalu saat melihat kiri-kanan, pria ini melihat ada seorang kakek tua yang duduk di persimpangan jalan tersebut.
Pria ini memutuskan untuk bertanya kepada kakek tua itu, “Selamat siang, Kek. Saya sedang dalam perjalanan untuk mencari harta karun. Tetapi saya bingung jalan mana yang menuju harta karun. Apakah kakek tahu jalan mana yang benar?”
Kakek tua itu hanya diam saja sambil menunjuk jalan yang pertama. Setelah itu pria ini berterima kasih kepada kakek tua dan pergi memasuki jalan pertama tersebut.
Beberapa saat kemudian, pria tersebut kembali dengan badan yang kotor penuh dengan lumpur. Lalu pria ini mendekati kakek tua dan berkata, “Kek, saya sudah pergi ke tempat yang kakek tunjukkan, tapi lihatlah! Saya malah terjebak ke dalam kolam lumpur yang sangat luas. Badan saya jadi kotor begini. Saya ingin bertanya sekali lagi, dimana jalan menuju tempat harta karun? Tolong tunjukkan pada saya.”
Kakek tua itu tetap tidak mengeluarkan suara dan menunjuk ke jalan yang kedua.
Lalu pria ini segera bergegas ke jalan kedua.
Beberapa saat kemudian, pria tersebut kembali lagi. Sekarang tidak hanya badannya yang berlumpur, tetapi celananya sobek-sobek dan kakinya penuh dengan goresan. Dan sekali lagi pria ini mendekati kakek tua dengan wajah yang kesal dan berkata, “Kakek, saya sudah menuruti petunjuk kakek untuk melewati jalan yang kedua, tetapi yang saya temukan di sana adalah jalan yang penuh dengan semak berduri.
Kali ini dia bertanya lagi, “Sekarang saya ingin bertanya sekali lagi, dimana jalan menuju harta karun itu? Anda sudah membohongi saya 2 kali. Sekali lagi Anda berbohong, Anda akan tahu akibatnya.”
Lalu kakek tua ini tanpa berkata-kata menunjuk jalan yang ketiga.
“Apakah Anda yakin tidak berbohong?” Tanya pria ini kepada kakek tua.
Kakek tua itu menganggukkan kepalanya dan sekali lagi dia menunjukkan jalan yang ketiga.
Pria itupun segera pergi meninggalkan kakek tua. Namun beberapa saat kemudian, ia kembali lagi sambil berlari dengan nafas yang tersengal-sengal dan wajah ketakutan. Lalu ia mendekati kakek tua tadi sambil berkata marah, “Hei, Kakek! Apakah kamu ingin membunuh saya? Di sepanjang jalan tersebut ada banyak sekali binatang buas! Itu namanya cari mati jika aku melewati sana!”
Kakek tua itu akhirnya membuka mulut dan berkata, “Semua jalan tadi sebenarnya bisa menuju ke tempat harta karun. Hanya saja untuk menuju ke sana, Anda harus melewati jalan tersebut. Anda bisa memilih melewati kolam lumpur, semak berduri, atau binatang buas. Kalau benar-benar ingin pergi ke tempat harta karun, Anda harus berani melewati salah satunya. Jika Anda tidak mau, silahkan kembali saja.”
Begitu mendengar penjelasn dari kakek tua itu, ia menundukkan kepala dan memutuskan untuk mundur. Lalu pria inipun melanjutkan perjalanannya untuk pulang.
Nasehat : Segala sesuatu dalam hidup kita memang tidak ada yang praktis, tidak ada segala sesuatu yang instant semuanya yang kita dapatkan harus melewati berbagai macam rintangan dan pencobaan untuk suatu yang lebih baik.:)

Sumber : http://www.cerita-rakyat.com

Read More......

Kasih Seorang Ibu

Pada saat Tuhan menciptakan para Ibu, Tuhan telah bekerja enam hari lamanya. Seorang malaikat menghampiri Tuhan dan berkata lembut: “Tuhan, banyak nian waktu yg Tuhan habiskan untuk menciptakan ibu ini?” Dan Tuhan menjawab pelan: “Tidakkah kau lihat perincian yang harus dikerjakan?

1) Ibu ini harus waterproof (tahan air / cuci) tapi bukan dari plastik.

2) Harus terdiri dari 180 bagian yang lentur, lemas dan tidak cepat capai.

3) Ia harus bisa hidup dari sedikit teh kental dan makanan seadanya untuk mencukupi kebutuhan anak-anaknya.

4) Memiliki kuping yang lebar untuk menampung keluhan anak-anaknya.

5) Memiliki ciuman yang dapat menyembuhkan dan menyejukan hati anaknya.

6) Lidah yang manis untuk merekatkan hati yang patah, dan

7) Enam pasang tangan!! Malaikat itu menggeleng-gelengkan kepalanya “Enam pasang tangan….? tsk tsk tsk” — “Tentu saja! Bukan tangan yang merepotkan saya, melainkan tangan yang melayani sana-sini, mengatur segalanya menjadi lebih baik….” balas Tuhan.

8) Juga tiga pasang mata yang harus dimiliki seorang ibu. “Bagaimana modelnya?” Malaikat semakin heran. Tuhan mengangguk- angguk. “Sepasang mata yang dapat menembus pintu yang tertutup rapat dan bertanya: “Apa yang sedang kau lakukan di dalam situ?”, padahal sepasang mata itu sudah mengetahui jawabannya. “Sepasang mata kedua sebaiknya diletakkan di belakang kepalanya, sehingga ia bisa melihat ke belakang tanpa menoleh. Artinya, ia dapat melihat apa yang sebenarnya tak boleh ia lihat dan sepasang mata ketiga untuk menatap lembut seorang anak yang mengakui kekeliruannya. Mata itu harus bisa bicara! Mata itu harus berkata: “Saya mengerti dan saya sayang padamu”. Meskipun tidak diucapkan sepatah kata pun. “Tuhan”, kata malaikat itu lagi, “Istirahatlah” “Saya tidak dapat, Saya sudah hampir selesai.”

9) Ia harus bisa menyembuhkan diri sendiri kalau ia sakit.

10) Ia harus bisa memberi makan 6 orang dengan satu setengah ons daging.

11) Ia juga harus menyuruh anak umur 9 tahun mandi pada saat anak itu tidak ingin mandi…. Akhirnya Malaikat membalik-balikkan contoh Ibu dengan perlahan. “Terlalu lunak”, katanya memberi komentar. “Tapi kuat”, kata Tuhan bersemangat. “Tak akan kau bayangkan betapa banyaknya yang bisa ia tanggung,pikul dan derita. “Apakah ia dapat berpikir?” tanya malaikat lagi. “Ia bukan saja dapat berpikir, tapi ia juga dapat memberi gagasan, ide dan berkompromi”, kata Sang Pencipta. Akhirnya Malaikat menyentuh sesuatu di pipi. “Eh, ada kebocoran disini” “Itu bukan kebocoran”, kata Tuhan. “Itu adalah air mata…. air mata kesenangan, air mata kesedihan, air mata kekecewaan, air mata kesakitan, air mata kesepian, air mata kebanggaan, air mata...

Sumber : www.cerita-rakyat.com

Read More......

Kamis, 12 April 2012

Nilai Sebutir Nasi

Dikisahkan di sebuah kerajaan kecil, sang raja mempunyai seorang anak yang sangat dimanjakan. Di hadapan raja dan permaisuri, sikap si pangeran kecil ini baik dan menyenangkan. Tetapi di belakang mereka, sikapnya berubah total menjadi anak yang kurang ajar. Merasa sebagai putera mahkota kerajaan, dia tumbuh menjadi anak yang tidak tahu sopan santun dan tidak mau menghargai orang lain. 

Walau dibenci dan dijauhi, tetapi pangeran kecil ini masih punya satu-satunya sahabat seusia yang setia kepadanya, yaitu anak laki-laki dari pengasuhnya. Suatu hari, pangeran kecil meminta si bocah untuk "menemaninya makan" siang di ruang makan istana. Dalam artian, si bocah diminta menunggu dan melihat si pangeran makan dari pojok ruangan.

Sesaat sebelum makan, pangeran kecil terlihat seperti menundukkan kepala seolah sedang berdoa. Sejenak kemudian, sang pangeran mulai melahap segala hidangan yang tersaji di meja makan. Semua jenis makanan dicicipinya. Beberapa kali, ia hanya mencuil dan menggigit makananannya, lalu memuntahkan dan membuang sisanya di meja. Meja makan jadi berantakan dan sisa-sisa makanan berserakan di mana-mana. Sang pangeran seperti sedang mengolok-olok sahabatnya yang hanya berdiri memandanginya. Tapi bukannnya merasa terhina, si bocah kecil itu malah tersenyum-senyum sedari tadi. Pangeran kecil pun jadi tersinggung!

"Hai... apa yang kamu tertawakan? Dari tadi kamu tertawa-tawa melihat aku makan. Bahkan saat aku berdoa dan mengucap syukur, kamu juga tertawa."

Kata si bocah kecil dengan berani, "Pangeran tadi berdoa dan mengucap syukur. Tapi cara makan dan memperlakukan makanan, kok tidak sesuai? Jadi, buat apa berdoa dan bersyukur sebelum makan?"

"Ah... sok tahu kamu! Makananku berlimpah ruah. Aku boleh melakukan apa saja terhadap makanan itu," jawab pangeran kecil. "Ayo sekarang ikut aku ke gudang, aku akan tunjukkan berlimpahnya bahan makanan yang aku punya."

Maka, kedua sahabat itu pun segera pergi ke gudang bahan makanan kerajaan. Sesampai di gudang bahan makanan, ternyata ada seorang pegawai istana yang sedang menerima pajak beras dari beberapa petani. Maka, si pangeran berpura-pura menjadi raja yang bijak.


"Hai...rakyatku.. terima kasih ya. Bagaimana panen padi kalian?" 

"Panen kali ini buruk sekali, Pangeran," jawab seorang petani, ketakutan. "Sawah ladang dihancurkan hama. Kami tidak tahu anak istri kami besok makan apa. Kami, hanya bertahan hidup dengan sedikit makanan. Jadi, mohon ampuni kami yang hanya mampu mempersembahkan sekantong beras ini. Tetapi beras yang kami persembahkan ini adalah beras terbaik yang kami miliki."

Mendengar jawaban itu, pangeran kecil tersentak dan baru tersadar. Ternyata rakyatnya sangat menderita dan terancam kelaparan, sementara dirinya malah menyia-nyiakan dan membuang-buang makanan yang begitu berharga itu. Si pangeran kecil kemudian lari meninggalkan tempat itu karena merasa malu pada diri sendiri. Dan sejak itu, perlahan-lahan tingkahnya berubah menjadi lebih sopan dan mau menghargai orang lain. Setiap kali hendak makan, ia mengingatkan dirinya sendiri, "Jangan sisakan sebutir nasi di piringmu!"

***

Pembaca yang bijaksana,

Sejak kecil, kita telah dididik untuk selalu berdoa dan mengucap syukur atas semua berkat yang diberikan Tuhan. Namun perlu diingat kembali, mengucap syukur bukan sekadar berdoa, bukan pula hanya sekadar melaksanakan formalitas. Tetapi lebih dari itu, rasa syukur kita harus disertai dengan sikap menghargai dan menghormati orang lain dalam kehidupan sehari-hari.

Sebelum butiran nasi yang kita makan sehari-hari memuaskan dan mengenyangkan perut kita, misalnya, pikirkan betapa banyak kerja dan kegiatan yang mendahuluinya. Bila kita mampu menghargai arti sebutir nasi serta orang-orang yang menghasilkannya, maka dasar pengertian dan kebijaksanaan itu akan melahirkan sikap mental positif dalam kehidupan kita.

Intinya, doa dan syukur harus didasarkan pada perbuatan nyata dan pengertian yang benar mengenai apa yang kita lakukan. Jika setiap doa yang kita ajarkan kepada anak-anak kita disertai dengan pengertian kebijakan untuk menghargai segala usaha dan jerih payah orang lain, serta tidak menyia-nyiakan berkat yang sedang kita nikmati, niscaya, mereka kelak akan tumbuh menjadi orang-orang yang luhur budi pekertinya.

Salam sukses, luar biasa!

Sumber: http://www.andriewongso.com

Read More......

Rabu, 18 Januari 2012

Pesan Kakek Untuk Para Pria

Pesan kakek untuk para pria:
1. Kakek berkata, Hargai istrimu sebagaimana menghargai ibumu. Berlaku adillah ke 2 pihak sebab istrimu juga seorang ibu dari anak-anakmu.
2. Kakek berkata, jika marah boleh tidak memberi uang, boleh tidak berbicara dengan istrimu, tapi jangan bertengkar dengan istrimu (membentaknya, memukulnya).
3. Kakek berkata, jantung rumah adalah seorang istri. Jika hati istrimu tidak bahagia maka seisi rumah akan tampak seperti neraka. (Tidak ada canda tawa, manja, perhatian) maka sayangi istrimu agar dia bahagia. Maka engkau akan merasa seperti di surga.
4. Kakek berkata, besar kecilnya gajimu, seorang istri tetap ingin diperhatikan. Maka istrimu akan selalu menyambutmu pulang dengan kasih sayang.

5. Kakek berkata, 2 orang tinggal 1 atap (Menikah) tidak perlu gengsi, bertingkah, siapa menang siapa kalah. karena bukan untuk bertanding melainkan teman hidup selamanya.
6. Kakek berkata, di luar banyak wanita idaman melebihi istrimu. Mereka mencintaimu atas dasar apa yang kamu punya sekarang. Bukan apa adanya seperti istrimu. Saat kamu menemukan masa sulit, maka wanita tersebutpun meninggalkanmu / punya pria idaman lain di belakangmu.
7. Kakek berkata, banyak istri yang baik. Tapi di luar sana banyak pria yang ingin mempunyai istri yang baik dan mereka tidak mendapatkannya. (Mencintai mereka bukan materi) Mereka akan menawarkan perlindungan terhadap istrimu. Maka jangan biarkan istrimu meninggalkan rumah karena kesedihan, sebab itu akan sulit sekali untuk kembali.
***

Read More......

Makan Malam Berkesan



Setelah 21 tahun menikah, suatu hari isteriku meminta kesediaanku untuk makan malam di luar dan menonton bersama seorang wanita. “Aku mencintaimu, tetapi aku tahu bahwa wanita itu juga mencintaimu dan sangat mengharapkan untuk bisa menghabiskan sedikit waktu bersamamu.” 
Wanita yang dimaksudkan oleh isteriku tak lain adalah ibuku sendiri yang sudah menjanda selama 19 tahun. Karena kesibukan dan tanggung jawab sebagai kepala keluarga, belakangan ini aku memang tidak punya waktu untuk menjenguknya.

Malam itu aku menelepon ibu dan mengajaknya makan malam di luar dan menonton berdua. Ibu seolah tak percaya ajakanku. “Nggak salah? Apakah kau baik-baik saja?” Tanya ibu padaku. “Iya Bu, kita akan pergi berdua saja,” jawabku.

Sepulang dari bekerja aku langsung menuju kerumah ibu. Dalam perjalanan ke rumah ibu, aku merasa sedikit tegang. Aku tahu ketegangan ini disebabkan karena aku tidak pernah pergi berdua dengannya. Setiba di depan rumah, ibu sudah menunggu di depan pintu. Ibu menata rambutnya seindah mungkin dan ia mengenakan gaun yang dulu dikenakannya pada ulang tahun terakhir pernikahannya. Ia tersenyum sambil berkata, “Aku mengatakan kepada teman-temanku bahwa aku akan pergi makan dan menonton dengan anak laki-lakiku.” Ibu mengatakan itu sambil berjalan ke mobilku.


Setiba di restoran, kami terlibat dalam perbincangan yang sangat menyenangkan. “Aku ingat saat-saat makan di restoran seperti ini, ketika kamu masih kecil dulu,” kata Ibu tersenyum sambil membaca daftar menu yang disediakan. Dalam perjalanan pulang, ibu berkata kepadaku, “Aku ingin pergi lagi bersamamu seperti malam ini tetapi itu pun kalau engkau bersedia.”

Beberapa hari kemudian ibu meninggal dunia karena serangan jantung. Tak lama setelah itu, aku menerima sebuah amplop berisi kwitansi dari restoran tempat kami makan malam sebelumnya. Ada catatan kecil yang ibu tuliskan di sana , “Aku sudah membayar tagihan ini. Aku tidak yakin apakah aku masih berumur panjang, namun demikian aku tetap membayar untuk dua orang. Satu untukmu dan satu lagi untuk isterimu. Engkau tidak akan pernah tahu betapa berartinya malam itu bagiku. Aku mengasihimu anakku.”

***

Ini adalah saat yang tepat untuk Anda mengoreksi diri mengenai keharmonisan hubungan dengan orang tua, khususnya ibu yang sudah melahirkan Anda. Ibu yang dulu mencurahkan kasih sayang kepada Anda, ibu yang selalu berdoa dan mengharapkan yang terbaik bagi Anda, yang menangis kepada Tuhan untuk Anda. Marilah kira belajar menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, anak yang bisa membahagiakan mereka. Kita melakukan ini bukan semata-mata untuk menyenangkan manusia, tetapi kita tahu bahwa perbuatan seperti ini akan menyukakan hati Tuhan. Anda yang saat ini sedang mengalami keretakan hubungan dengan orang tua, segeralah pulihkan hubungan itu.

Read More......