Sepasang suami-istri petani pulang ke rumah setelah berbelanja. Ketika mereka membuka barang belanjaan, seekor tikus memperhatikan dengan saksama sambil menggumam, "Hmmm...makanan apa lagi yang dibawa mereka dari pasar?"
Ternyata salah satu yang dibeli oleh petani ini adalah perangkap tikus. Sang tikus kaget bukan kepalang. Ia segera berlari menuju kandang dan berteriak, "Ada perangkap tikus di rumah...di rumah sekarang ada perangkap tikusnya..."
Ia mendatangi ayam dan berteriak, "Ada perangkap tikus." Sang ayam berkata, "Tuan tikus, aku turut bersedih, tapi itu tidak berpengaruh terhadap diriku."
Sang tikus lalu pergi menemui seekor kambing sambil berteriak. Sang kambing pun berkata, "Aku turut bersimpati, tapi tidak ada yang bisa aku lakukan."
Tikus lalu menemui sapi. Ia pun mendapat jawaban yang sama. "Maafkan aku. Tapi, perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali."
Ia lalu lari ke hutan dan bertemu ular. Sang ular berkata, "Ah, perangkap tikus yang kecil tidak akan mencelakai aku."
Akhirnya, sang tikus kembali ke rumah dengan pasrah mengetahui kalau ia akan menghadapi bahaya sendiri.
Suatu malam, pemilik rumah terbangun mendengar suara keras perangkap tikusnya berbunyi menandakan telah memakan korban. Ketika melihat perangkap tikusnya, ternyata seekor ular berbisa. Buntut ular yang terperangkap membuat ular semakin ganas dan menyerang istri pemilik rumah. Walaupun sang suami sempat membunuh ular berbisa tersebut, sang istri tidak sempat diselamatkan.
Sang suami harus membawa istrinya ke rumah sakit dan kemudian istrinya sudah boleh pulang, namun beberapa hari kemudian istrinya tetap demam. Ia lalu minta dibuatkan sop cakar ayam oleh suaminya. Suaminya pun dengan segera menyembelih ayamnya untuk dimasak cakarnya
Beberapa hari kemudian, sakitnya tidak kunjung reda. Seorang teman menyarankan untuk makan hati kambing. Ia lalu menyembelih kambingnya untuk mengambil hatinya. Meskipun begitu, istrinya tidak sembuh-sembuh dan meninggal dunia. Banyak sekali orang datang pada saat pemakaman. Sehingga, sang petani harus menyembelih sapinya untuk memberi makan orang-orang yang melayat.
Dari kejauhan, sang tikus menatap dengan penuh kesedihan. Beberapa hari kemudian, ia melihat perangkap tikus tersebut sudah tidak digunakan lagi.
***
Sumber : Buku 'Surat dari Sang Maha Pencipta' oleh Vanny Chrisma W.
Ternyata salah satu yang dibeli oleh petani ini adalah perangkap tikus. Sang tikus kaget bukan kepalang. Ia segera berlari menuju kandang dan berteriak, "Ada perangkap tikus di rumah...di rumah sekarang ada perangkap tikusnya..."
Ia mendatangi ayam dan berteriak, "Ada perangkap tikus." Sang ayam berkata, "Tuan tikus, aku turut bersedih, tapi itu tidak berpengaruh terhadap diriku."
Sang tikus lalu pergi menemui seekor kambing sambil berteriak. Sang kambing pun berkata, "Aku turut bersimpati, tapi tidak ada yang bisa aku lakukan."
Tikus lalu menemui sapi. Ia pun mendapat jawaban yang sama. "Maafkan aku. Tapi, perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali."
Ia lalu lari ke hutan dan bertemu ular. Sang ular berkata, "Ah, perangkap tikus yang kecil tidak akan mencelakai aku."
Akhirnya, sang tikus kembali ke rumah dengan pasrah mengetahui kalau ia akan menghadapi bahaya sendiri.
Suatu malam, pemilik rumah terbangun mendengar suara keras perangkap tikusnya berbunyi menandakan telah memakan korban. Ketika melihat perangkap tikusnya, ternyata seekor ular berbisa. Buntut ular yang terperangkap membuat ular semakin ganas dan menyerang istri pemilik rumah. Walaupun sang suami sempat membunuh ular berbisa tersebut, sang istri tidak sempat diselamatkan.
Sang suami harus membawa istrinya ke rumah sakit dan kemudian istrinya sudah boleh pulang, namun beberapa hari kemudian istrinya tetap demam. Ia lalu minta dibuatkan sop cakar ayam oleh suaminya. Suaminya pun dengan segera menyembelih ayamnya untuk dimasak cakarnya
Beberapa hari kemudian, sakitnya tidak kunjung reda. Seorang teman menyarankan untuk makan hati kambing. Ia lalu menyembelih kambingnya untuk mengambil hatinya. Meskipun begitu, istrinya tidak sembuh-sembuh dan meninggal dunia. Banyak sekali orang datang pada saat pemakaman. Sehingga, sang petani harus menyembelih sapinya untuk memberi makan orang-orang yang melayat.
Dari kejauhan, sang tikus menatap dengan penuh kesedihan. Beberapa hari kemudian, ia melihat perangkap tikus tersebut sudah tidak digunakan lagi.
***
Sumber : Buku 'Surat dari Sang Maha Pencipta' oleh Vanny Chrisma W.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar